Jakarta (ANTARA) - Indonesia menempati peringkat ke-7 dalam laporan Chainalysis Global Crypto Adoption Index 2025, turun dari posisi ke-3 pada tahun sebelumnya.
Posisi Indonesia kini berada di bawah Amerika Serikat (AS) dan Vietnam yang berhasil masuk empat besar bersama India serta Pakistan. Selain empat negara tersebut, Nigeria dan Brasil juga menyalip Indonesia dalam daftar sepuluh besar.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, CEO Tokocrypto Calvin Kizana menuturkan, meski masih bertahan di jajaran teratas dunia, penurunan ini mencerminkan adanya tantangan bagi Indonesia untuk mempertahankan momentum pertumbuhan adopsi kripto.
Chainalysis tahun ini menambahkan sub-indeks baru yang menilai aktivitas institusional, khususnya transaksi bernilai di atas 1 juta dolar AS.
Baca juga: Bintang Golf Adam Scott Jadi "Global Brand Ambassador" Pertama KuCoin
Negara dengan ekosistem finansial matang seperti AS, India, dan Brasil mendapat dorongan besar dari partisipasi institusi, termasuk kehadiran produk ETF Bitcoin spot.
"Sebaliknya, Indonesia masih lebih kuat di segmen ritel dan DeFi, yang justru bobotnya kini dipangkas dari metodologi. Akibatnya, kontribusi Indonesia terlihat lebih kecil meski aktivitas ritel dan DeFi sebenarnya masih masif," kata dia.
Meski demikian, Calvin menerangkan penurunan peringkat bukan berarti minat masyarakat Indonesia melemah.
“Indonesia masih punya fondasi yang sangat kuat di adopsi ritel. Populasi besar, penetrasi digital tinggi, dan minat generasi muda pada aset digital menjadikan kita salah satu pasar paling potensial di dunia. Peringkat ini adalah pengingat bahwa kita harus bergerak lebih cepat dalam memperkuat sisi institusional agar bisa melengkapi kekuatan ritel yang sudah mapan,” ujarnya.
Baca juga: EDENA resmi umumkan pencatatan token di Indodax
Calvin menilai ada dua jalur strategis agar Indonesia bisa memperbaiki posisinya ke depan.
Pertama, meningkatkan partisipasi institusi di pasar spot domestik agar volume transaksi besar lebih tercatat. Kedua, mendorong kehadiran produk ETF kripto lokal sehingga investor institusional memiliki jalur investasi yang aman, transparan, dan legal.
“Kami telah memulai langkah konkret dengan menghadirkan layanan Tokocrypto Prestige, sebuah layanan premium untuk mendukung kebutuhan investor institusional dan high-net-worth individuals. Langkah ini diharapkan bisa memperkuat kontribusi Indonesia di level global,” jelas Calvin.
Kedua, Ia menekankan perlunya sinergi regulator, industri, dan masyarakat untuk mempercepat transformasi ekosistem kripto.
Baca juga: Lima aplikasi trading untuk Bitcoin Perpetual
“Jika regulasi bisa lebih pro-pertumbuhan, hadirnya ETF lokal dan produk institusional akan mempercepat transformasi. Di saat yang sama, literasi masyarakat tentang stablecoin untuk remitansi, pembayaran lintas negara, hingga pemanfaatan Web3 akan membuka peluang baru. Inilah kunci agar Indonesia kembali ke lima besar dunia, bahkan lebih tinggi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Calvin menilai meski peringkatnya menurun, posisi Indonesia tetap strategis di mata global.
Potensi integrasi kripto dengan ekosistem Web3, dukungan perbankan digital, serta penetrasi teknologi finansial yang luas membuat Indonesia tetap diperhitungkan sebagai pasar utama.
Calvin menegaskan, peningkatan literasi keuangan digital menjadi kunci agar masyarakat tidak hanya melihat kripto sebagai instrumen perdagangan semata, melainkan juga sebagai sarana inovasi dan pengembangan ekonomi digital.
Baca juga: Kemenkeu fokus bidik pajak kripto guna tambah penerimaan negara
“Kita harus optimistis. Penurunan peringkat ini bukan akhir, melainkan awal dari babak baru untuk mendorong ekosistem kripto yang lebih matang, inklusif, dan berdaya saing global,” tutupnya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.