Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta tahun 2020–2024 Iwan Henry Wardhana menjadi 12 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi berupa pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif.
Hakim Ketua Teguh Harianto menyatakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PT DKI Jakarta menilai Iwan, sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, tidak
melaksanakan fungsi dan tugas sesuai sumpah jabatan yang diembannya.
"Bahkan, tindak pidana terjadi berawal dari perbuatan Iwan yang menyeret para terdakwa lainnya," kata Hakim Ketua dalam salinan amar putusan yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Selain itu, alasan lainnya Majelis Hakim memperberat vonis dari 11 tahun penjara, yakni Iwan merupakan motor terjadinya tindak pidana, belum ada usaha Iwan mengembalikan kerugian negara atas tindak pidana yang dilakukan, serta di tengah-tengah keprihatinan atas keuangan negara, Iwan justru berfoya-foya dalam menyelewengkan keuangan negara.
Sementara untuk besaran denda, Hakim Ketua menyampaikan nilai yang dijatuhkan pada Iwan tetap sama dengan putusan pengadilan tingkat pertama, yakni Rp500 juta. Namun untuk pidana pengganti apabila denda tidak dibayarkan (subsider) meningkat menjadi selama 6 bulan dari 3 bulan kurungan.
Begitu pula terhadap besaran pidana tambahan yang dikenakan, Majelis Hakim memperberatnya menjadi Rp20,5 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun, dari yang sebelumnya Rp13,53 miliar subsider 5 tahun penjara.
Terkait uang pengganti, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberatnya lantaran sependapat dengan jaksa penuntut umum.
Pasalnya dalam fakta di persidangan, lanjut Hakim Ketua, Iwan menerima uang dari pemilik penyelenggara acara (EO) Gerai Production (GR PRO) Gatot Arif Rahmadi sejumlah Rp15,7 miliar serta saksi Ni Nengah Sutiarsih sebesar Rp500 juta.
Dikatakan bahwa Iwan pun menggunakan sejumlah uang dari anggaran kegiatan pada Tahun Anggaran 2022 s/d 2024 Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp4,3 miliar untuk keperluan uang Tahun Baru, Tunjangan Hari Raya (THR), acara munggahan, kegiatan penyegaran atau refreshing, serta uang saku pembelian bunga.
Tak hanya bagi Iwan, Majelis Hakim turut memperberat vonis dua terdakwa lainnya yang disidangkan bersamaan sebelumnya, yakni Gatot dan Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta tahun 2024 Mohamad Fairza Maulana.
Vonis Gatot diperberat menjadi 9 tahun penjara dari 8 tahun; denda tetap sama Rp500 juta tetapi subsider meningkat menjadi 6 bulan kurungan dari 3 bulan; serta uang pengganti menjadi Rp13,41 miliar subsider 4 tahun penjara dari Rp13,26 miliar subsider 3 tahun, dengan memperhitungkan aset yang telah disita.
Sementara putusan Fairza diperberat menjadi 8 tahun penjara dari 6 tahun; denda tetap sama Rp500 juta namun subsider menjadi 6 bulan kurungan dari 3 bulan; serta uang pengganti menjadi Rp1,44 miliar dari Rp841,5 juta tetapi subsider tetap selama 3 tahun penjara.
Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PT DKI Jakarta tetap menyatakan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, ketiganya didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp36,32 miliar. Iwan diduga mengarahkan agar seluruh kegiatan Pergelaran Seni Budaya Berbasis (PSBB) Komunitas diserahkan kepada Gatot.
Hal itu dilakukan dengan kesepakatan bahwa Gatot akan memberikan kontribusi berupa uang untuk diserahkan kepada Iwan.
Selama periode 2022–2024, Gatot, atas dasar penunjukan dari Iwan dan arahan Fairza telah mengelola sekitar 101 acara PSBB Komunitas, 746 PKT, dan tiga Jakarnaval, dengan realisasi pembayaran setelah dipotong pajak sebesar Rp38,66 miliar.
Namun, jumlah pengeluaran sebenarnya hanya sebesar Rp8,19 miliar, sedangkan sisa lebih pembayaran yang disalahgunakan sebesar Rp30,46 miliar.
Selisih pembayaran tidak sah itu diduga digunakan untuk memberikan kontribusi uang kepada Iwan, Fairza, Gatot, serta pihak-pihak lain.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































