Jakarta (ANTARA) - Psikolog Remaja dan Anak Vera Itabiliana mengatakan bahwa dalam keluarga perlu menumbuhkan suasana yang aman agar anak merasa aman untuk bercerita dan terbuka kepada keluarga.
"Keluarga perlu menumbuhkan suasana aman di mana anak bisa berbicara apapun tanpa takut dihakimi, dimarahi, atau diremehkan. Komunikasi ini tidak terjadi tiba-tiba, tapi dibangun dari kebiasaan sehari-hari," ujar Vera saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.
Ia menyarankan agar orang tua bisa memulainya dengan beberapa hal yang meliputi mendengarkan tanpa langsung menilai atau memberi nasihat.
Baca juga: Pakar: Hari Keluarga Internasional waktu perkuat "bounding" ayah-anak
Kemudian, menunjukkan empati dan rasa ingin tahu yang tulus tentang apa yang sedang dirasakan anak.
Orang tua juga sebaiknya membiasakan atau membuat jadwal rutin waktu ngobrol santai tanpa ada gawai dengan anak sehingga waktu dengan anak lebih berkualitas serta tidak menyepelekan cerita anak.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merekomendasikan sejumlah upaya, mulai dari deteksi dini, pengembangan dukungan psikososial dari sekolah, hingga penguatan regulasi dan prosedur penanganan kekerasan, sebagai upaya pencegahan paham ekstremisme pada anak.
Baca juga: Mewaspadai perilaku kekerasan anak dari pola asuh di rumah
Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya Aris Adi Leksono di Jakarta, Selasa (11/11), mengatakan bahwa pihaknya menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ledakan diduga bersumber dari rakitan bahan peledak yang terjadi di SMAN 72 Jakarta. Kasus itu melibatkan seorang peserta didik sebagai terduga pelaku.
"Peristiwa ini tidak hanya mencederai rasa aman di lingkungan pendidikan, tetapi juga menunjukkan adanya tantangan serius dalam membangun budaya sekolah yang ramah anak dan antikekerasan," katanya.
Baca juga: Pola asuh tanpa kekerasan bikin anak lebih percaya diri dan kuat
Hasil pemantauan awal mengungkapkan bahwa pelaku menunjukkan perubahan perilaku signifikan beberapa bulan terakhir: tertutup, serta lebih sering mengakses konten bernada radikal di platform digital.
Motif utama terduga pelaku diduga merupakan kombinasi antara emosi pribadi yang tidak terkendali dan internalisasi narasi ekstrem dari ruang digital yang memengaruhi cara berpikirnya.
Baca juga: Menteri PPPA: Medsos sebabkan orang tua sulit terapkan pola asuh anak
Baca juga: Dokter anak sebut peran ayah komponen penting perkembangan anak
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































