Banyuwangi (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan, Prof. M Afif Hasbullah menilai gaya hidup sederhana harus menjadi bagian dari integritas seorang hakim yang secara langsung menjadi simbol dan teladan perilaku bagi masyarakat.
"Saya mengapresiasi Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (Badilum MA) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana bagi Aparatur Peradilan Umum," katanya saat Turba di Banyuwangi, Jawa, Sabtu.
Menurut Prof Afif, keluarnya surat edaran tersebut merupakan langkah strategis dan preventif yang sangat relevan dalam konteks saat ini.
Ia menyatakan bahwa hakim bukan hanya penegak hukum, tetapi juga simbol moral dan etika publik.
"Ketika gaya hidup mereka berlebihan, tidak hanya menimbulkan persepsi negatif, tetapi juga membuka celah terhadap perilaku menyimpang seperti korupsi," ucap Plt Ketua PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur itu.
Baca juga: KY usul 25 hakim dijatuhi sanksi pada Januari hingga April 2025
Pernyataan ini merespons pernyataan Ketua Mahkamah Agung yang sebelumnya menyindir keras gaya hidup mewah sebagian hakim.
Dalam sebuah forum internal, Ketua MA menyinggung hakim yang gajinya Rp23 juta, namun mengenakan arloji seharga Rp1 miliar, dan sindiran itu muncul setelah muncul pemberitaan mengenai beberapa hakim yang tersandung kasus dugaan korupsi, di mana nilai harta kekayaan mereka tidak sepadan dengan penghasilan resmi yang dilaporkan ke LHKPN.
Menurut Prof Afif, gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan kemampuan finansial bisa menjadi indikasi awal penyimpangan, dan dalam banyak kasus, tekanan untuk mempertahankan gaya hidup tinggi menjadi pemicu utama munculnya perilaku koruptif.
"Gaya hidup yang tak sepadan dengan pendapatan resmi adalah pintu masuk bagi penyalahgunaan wewenang, oleh karena itu penting bagi hakim untuk menjadikan kesederhanaan sebagai prinsip hidup, bukan sekadar formalitas administratif," tuturnya.
Prof Afif menyampaikan, surat edaran tersebut sebaiknya tidak hanya berhenti sebagai himbauan administratif, tetapi diiringi dengan mekanisme pengawasan dan evaluasi yang konkret, termasuk melalui audit kepatuhan terhadap LHKPN dan gaya hidup para hakim secara berkala.
Baca juga: KY usul salah satu hakim kasasi Ronald Tannur dijatuhi sanksi
Ia juga berharap, kebijakan ini menjadi momentum untuk memperkuat kembali integritas lembaga peradilan di mata publik, dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap keadilan hukum dapat terjaga dan ditingkatkan.
Prof Afif juga menyoroti pentingnya peran lembaga pengawas eksternal, terutama Komisi Yudisial (KY) untuk memperkuat pengawasan terhadap perilaku para hakim, khususnya dalam mencegah gaya hidup hedonis.
"Saya mendorong agar Komisi Yudisial meningkatkan intensitas pengawasannya terhadap perilaku hakim, tidak hanya dalam konteks profesionalisme, tapi juga gaya hidup, karena perilaku hedon, ketika dibiarkan bisa mengarah pada penyalahgunaan wewenang dan korupsi," kata Prof Afif.
Ia mengapresiasi peran KY selama ini yang senantiasa mengingatkan bahwa hakim seharusnya menjadi teladan kesederhanaan, bukan simbol kemewahan, karena hedonisme adalah ancaman terhadap integritas hakim dan kredibilitas lembaga peradilan.
"Momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan menyeluruh, bukan sekadar menanggapi kasus per kasus. Integritas hakim adalah fondasi dari keadilan itu sendiri," kata Prof Afif.
Pewarta: Novi Husdinariyanto
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025