Qastal Maaf (ANTARA) - Sepatu Rifaat Ismail terbenam ke dalam abu di mana kebun-kebun zaitun pernah tumbuh subur. Di sekelilingnya, bukit-bukit di Desa Beit Awan tampak tinggal puing-puing, berupa batang-batang pohon yang menghitam, sarang lebah yang kosong, dan ladang yang menjadi abu.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama sepuluh hari berturut-turut menghanguskan 15.000 hektare lahan di Provinsi Latakia, Suriah barat laut, sekaligus menyebabkan para petani seperti Rifaat tidak memiliki apa-apa selain tanah yang hangus dan peralatan yang rusak.
"Kami kehilangan segalanya," kata pria berusia 40 tahun itu kepada Xinhua. "Api melahap semuanya, seperti zucchini, mentimun, tomat, paprika, pohon zaitun, pohon lemon. Tidak ada yang tersisa."
Sepupunya, Ali Ismail, seorang peternak lebah, berdiri di dekatnya, menunjuk ke arah onggokan sisa-sisa 48 sarang lebah, "Lebah-lebah lainnya menyelamatkan diri karena asap... Ini adalah satu-satunya mata pencaharian kami. Itulah mengapa kami mempertahankan sarang lebah hingga nafas terakhir, bahkan dengan mempertaruhkan nyawa kami sendiri."

Sebuah pohon yang terbakar terlihat di tengah asap tebal akibat kebakaran hutan di daerah pedesaan Provinsi Latakia, Suriah, 7 Juli 2025. ANTARA/Xinhua/Str
Kobaran api yang dipicu oleh angin kering dan panas yang menyengat, meluluhlantakkan pedesaan utara di Latakia, salah satu wilayah yang telah dilanda konflik selama bertahun-tahun.
Rumah Rifaat selamat dari kobaran api, namun sumber kehidupan pertanian keluarganya lenyap. "Kerusakannya sangat besar. Kerugian ini tidak bisa diganti," katanya.
Dampak kemanusiaan terus meluas, dengan puluhan keluarga mengungsi dan ribuan lainnya kehilangan sumber penghidupan. Ledakan besar yang mengguncang wilayah tersebut pada Jumat (11/7), yang diduga disebabkan oleh bahan peledak yang belum meledak, semakin menegaskan ancaman bahaya yang masih membayangi
"Kami memohon kepada pemerintah Suriah dan masyarakat internasional untuk mendukung kami agar kami dapat tetap tinggal di desa kami dan mulai menanam kembali dari awal," katanya.
Rekaman drone dan video darat dari lokasi karhutla, yang diabadikan pada saat puncak kobaran api, menunjukkan asap tebal melahap pohon-pohon pinus tua, sementara penduduk desa dan petugas pemadam kebakaran berusaha keras membuat sekat bakar.
Hari ini, udara masih berbau jelaga; tanah berderak saat diinjak. Bagi Ali, kerugian yang ditimbulkan lebih dari sekadar hasil panen yang bernilai 50-70 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.220). "Lihatlah hutan-hutan ini. Beberapa di antaranya berusia ratusan, bahkan ribuan tahun. Ini adalah kerugian yang tidak dapat dipulihkan dengan uang."

Dampak kemanusiaan terus meluas, dengan puluhan keluarga mengungsi dan ribuan lainnya kehilangan sumber penghidupan.
Ledakan besar yang mengguncang wilayah tersebut pada Jumat (11/7), yang diduga disebabkan oleh bahan peledak yang belum meledak, semakin menegaskan ancaman bahaya yang masih membayangi.
Delegasi Uni Eropa (UE) untuk Suriah pada Jumat mengatakan bahwa pihaknya telah mengaktifkan layanan satelit "Copernicus" untuk menyediakan pemetaan waktu nyata (real-time) dari daerah-daerah yang terkena dampak kebakaran karena kebakaran hutan telah menyebabkan ribuan orang mengungsi, dan bahwa negara-negara Eropa menjajaki bantuan lebih lanjut kepada warga Suriah melalui Mekanisme Perlindungan Sipil UE.
Para petugas pemadam kebakaran terus bekerja meskipun ada angin kencang dan ancaman ranjau darat, dengan "kedatangan bala bantuan baru dari beberapa provinsi," kata Kepala Pertahanan Sipil Latakia, Abdel Kafi Kayyal, pada Jumat.
Lebih dari 150 tim pemadam kebakaran dan 300 kendaraan dikerahkan di seluruh zona kritis, termasuk Jabal al-Nisr dan Burj Zahi, didukung oleh alat berat yang membentuk sekat-sekat api di hutan-hutan, demikian disampaikan Pertahanan Sipil Suriah pada Jumat di Telegram.
Kru darat internasional dari Turkiye dan Yordania bergabung dalam upaya ini, sementara 16 pesawat dari Suriah, Turkiye, Yordania, dan Lebanon melakukan pemadaman dari udara. Pada Sabtu (12/7), Qatar mengirimkan kru khusus ke wilayah tersebut yang dilengkapi dengan mesin dan pesawat canggih.

Di sejumlah masjid, saat shalat Jumat berlangsung, para jemaah dan imam berduka atas hutan yang luluh lantak serta memohon perlindungan bagi komunitas yang terkena dampak.
"Pohon-pohon kami adalah sumber oksigen kami. Mereka menyuplai makanan bagi anak-anak kami. Kini, semuanya telah lenyap," gumam Rifaat sambil menatap lanskap yang suram. "Apa lagi yang bisa kami lakukan selain memulai dari awal?"
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.