Persiapan sebelum mencetak sawah baru

1 week ago 6

Jakarta (ANTARA) - Optimalisasi Lahan Pertanian (Oplah) merupakan salah satu upaya dan langkah Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam melakukan akselerasi penanganan darurat pangan di tanah air.

Oplah dapat juga diartikan sebagai usaha meningkatkan indeks pertanaman tanaman pangan agar lahan yang telah digunakan dapat menjadi lahan usaha tani yang lebih produktif.

Sedangkan pencetakan sawah baru dapat diartikan sebagai langkah strategis dalam upaya meningkatkan produksi padi menuju swasembada dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Kedua kebijakan ini, memang diprioritaskan Pemerintah agar kemauan politik untuk mencapai swasembada pangan, utamanya beras, dapat diwujudkan dalam 3 tahun yang akan datang atau pada 2027.

Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menyatakan bahwa perluasan lahan sawah menjadi kunci menuju kedaulatan pangan bagi masyarakat.

Baca juga: Mentan: Oplah dan cetak sawah bisa selesaikan persoalan impor beras

Ketua Task Force Cetak Sawah Kementerian Pertanian Husnain mengatakan, pemerintah berencana melakukan perluasan areal pertanian melalui Program Cetak Sawah seluas 3 juta hektare tahun 2025-2027 untuk mendukung Kedaulatan Pangan dan mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia.

Untuk mendukung program ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp15 triliun yang mencakup cetak sawah baru seluas 150.000 hektare dan intensifikasi 80.000 hektare lahan pertanian.

Selain itu, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) berkolaborasi dalam meningkatkan luas lahan tanam dan produktivitas pertanian guna mendukung ketahanan pangan.

Strategi yang diterapkan meliputi intensifikasi dengan mengembangkan 1 juta hektare lahan melalui optimalisasi indeks pertanaman dan ekstensifikasi dengan mencetak sawah baru seluas 1,3 juta hektare. ​

Daerah prioritas program tersebut adalah Merauke (Papua Selatan) dan Kalimantan Tengah masing-masing 1 juta hektare, Kalimantan Selatan 500 ribu hektare dan Sumatera Selatan 250 ribu hektare, sisanya (250 ribu hektare) di provinsi lain.

Kebijakan pencetakan sawah baru merupakan solusi untuk menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada.

Semangat Presiden Prabowo untuk mencapai swasembada pangan, utamanya beras pada tahun 2027, sebetulnya sangat masuk akal untuk diraih.

Sebab, bukan karena bangsa ini telah berpengalaman dalam mencapai swasembada beras, namun bila dicermati peluang itu memang ada sekarang dan sebetulnya cukup terbuka peluang untuk mewujudkannya kembali. Jika dan hanya jika, Indonesia mampu menjawab tantangan dan rintangan yang menghadang.

Bagi bangsa ini, swasembada pangan, utamanya beras, bukan hal yang tidak mungkin untuk dicapai dalam 3 tahun ke depan. Persiapan Pemerintah untuk menggapainya, telah dirintis sejak Pemerintahan Presiden Jokowi. Ketika itu, terekam dengan sangat jelas, produksi beras secara nasional anjlok dengan angka cukup merisaukan.

Anjloknya produksi beras yang cukup mengganggu ketahanan pangan bangsa, memaksa banyak pihak memposisikan Indonesia ke dalam "darurat beras".

Lebih nyata lagi, bila mengikuti perkembangan harga beras di pasar. Data mengungkapkan, harga beras di beberapa daerah menunjukkan kenaikan beras cukup tinggi, meroket bahkan terkesan ugal-ugalan.

Sadar akan pesan Proklamator Bangsa Bung Karno, yang pernah mengingatkan bangsa ini sekitar 72 tahun lalu dengan menyatakan, "urusan pangan menyangkut mati dan hidupnya suatu bangsa", maka Pemerintah langsung bersikap dan berjuang keras untuk menggenjot produksi beras setinggi-tingginya menuju swasembada.

Sejak itulah berbagai kebijakan dan program digelindingkan Pemerintah, yang tujuan pokoknya berusaha seoptimal mungkin untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi per hektare.

Baca juga: Wamentan pastikan program Oplah dan cetak sawah digarap optimal


Kebijakan Unggulan

Beberapa kebijakan unggulan yang dipilih antara lain perluasan areal tanam, percepatan masa tanam dan pompanisasi. Optimalisasi Lahan Rawa dan Pencetakan Sawah Baru, dipilih sebagai program unggulan Pemerintah.

Berlanjutnya estafet kepemimpinan nasional dari Presiden Jokowi ke Presiden Prabowo, sepertinya tidak membawa perubahan berarti dalam strategi pembangunan yang dipilih.

Spirit Presiden Prabowo adalah keberlanjutan dari apa yang sudah dicapai Pemerintahan sebelumnya. Lanjutkan yang sudah baik dan sempurnakan yang belum tercapai.

Dalam pembangunan pertanian dan pangan misalnya, Presiden Prabowo memprioritaskan pencapaian swasembada pangan, utamanya beras, dalam kebijakan yang diambilnya.

Hal ini dapat dimengerti, karena bagi sebagian besar bangsa kita, pangan merupakan sumber kehidupan dan sumber penghidupan yang sangat penting.

Pangan, utamanya beras harus tersedia sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Akibatnya lumrah, bila beras pun diposisikan sebagai komoditas politis dan strategis.

Beras adalah penyambung utama nyawa kehidupan masyarakat. Itu alasannya, mengapa bangsa ini jangan sampai mengalami kelangkaan beras.

Optimalisasi lahan (Oplah) pertanian dianggap sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas hasil pertanian.

Program yang juga disebut optimalisasi lahan tersebut, diantaranya dapat dilakukan dengan mempertahankan lahan pertanian, meningkatkan luas lahan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Optimalisasi lahan sering diterjemahkan sebagai salah satu langkah strategis dalam mengantisipasi kekurangan atau keterbatasan lahan untuk memproduksi padi.

Kegiatan ini difokuskan untuk meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dan produktifitas padi per hektar melalui penyediaan sarana produksi (pupuk dan atau kapur) serta bantuan pengolahan tanah.

Akhirnya penting diutarakan, seiring dengan menjaga, memelihara dan melestarikan sawah yang tersisa, program oplah dan pencetakan sawah baru merupakan langkah tepat yang patut didukung dengan serius.

Catatan kritisnya, program cetak sawah baru, jangan disemangati oleh sistem target. Apa yang akan dilakukan, sebaiknya pelajari dahulu kegagalan pembukaan lahan baru di masa lalu.

Setelah itu, baru program cetak sawah 3 juta hektare dapat ditempuh. Jangan sampai bangsa ini mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan pada masa sebelumnya.

Baca juga: Kementan percepat swasembada pangan lewat cetak sawah-Oplah

Baca juga: Belajar dari negara lain cetak sawah di rawa sulfat masam

Baca juga: Menimbang risiko cetak sawah di lahan rawa sulfat masam


*Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |