Jakarta (ANTARA) - Direktur Tata Kelola Penerapan Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup (LH) Ignatius Wahyu Marjaka mengatakan perdagangan karbon sukarela (Voluntary Carbon Market/VCM) membuka banyak jalan atau peluang strategis bagi Indonesia.
“Terdapat potensi dan peluang yang dapat digali dari VCM, mulai dari pendanaan iklim, hingga inovasi dan pengembangan teknologi hijau,” kata Wahyu dalam diskusi FOLU Talks Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu.
Wahyu menilai, VCM membuka peluang dalam penyediaan sumber pendanaan inovatif untuk proyek mitigasi dan adaptasi iklim.
“Diversifikasi Sumber Pendapatan bagi pemilik lahan atau pengelola hutan, dapat menjadi sumber pendapatan baru dari menjaga dan merestorasi ekosistem,” kata dia.
Peluang lainnya yang dapat terbuka melalui VCM adalah percepatan aksi iklim. Wahyu menilai, dengan memungkinkan perusahaan dan individu mengkompensasi emisi mereka, maka adopsi teknologi rendah karbon, praktik berkelanjutan, dan konservasi hutan bisa menjadi lebih cepat.
Lebih lanjut, pemberdayaan komunitas lokal dan masyarakat adat yang dapat memberikan manfaat ekonomi langsung (pembagian manfaat karbon) dan hak pengelolaan lahan.
Selain itu, VCM juga dinilai mampu meningkatkan citra keberlanjutan di mata konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya, serta membantu memenuhi target keberlanjutan internal bagi perusahaan.
“Selanjutnya, VCM dapat mendorong investasi dalam solusi inovatif untuk mengurangi emisi, terciptanya transfer teknologi, pelatihan, dan peningkatan kapasitas bagi para pihak khususnya negara tuan rumah,” kata Wahyu.
Meski Indonesia memiliki potensi besar dari VCM, Wahyu menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam mencermati risiko-risikonya, seperti integritas lingkungan, isu sosial dan tata kelola, serta kualitas kredit karbon.
“Upaya jalan tengah dalam pengembangan VCM antara lain melalui peningkatan integritas dan kualitas kredit karbon, tata kelola yang kuat, kerangka regulasi dan kebijakan, serta pengembangan pasar,” ujar Wahyu.
Sependapat, perwakilan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Andrew Sunarko mengatakan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management/SFM) perlu dioptimalkan bersama VCM.
“VCM dapat memberikan pendanaan dan akuntabilitas yang sangat dibutuhkan, tapi hanya jika pembuatan dan transaksi kredit karbon dibuat dengan cara yang dapat diinvestasikan dan disederhanakan,” ujar Andrew.
“Jika diterapkan dengan tepat, SFM dapat membuka miliaran dolar pendanaan iklim, melindungi keanekaragaman hayati, dan mendukung mata pencaharian pedesaan,” imbuhnya.
Baca juga: Kemenhut pastikan kualitas produk dari perdagangan karbon sukarela
Baca juga: BEI: Volume perdagangan karbon tembus 1,6 juta ton hingga 11 Juli 2025
Baca juga: OJK: Pemahaman penting untuk dorong partisipasi SJK di pasar karbon
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.