Jakarta (ANTARA) - Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dipimpin Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Purn) TNI Sjafrie Sjamsoeddin.
Satgas PKH tersebut dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025.
Langkah nyata yang telah diambil Satgas PKH dalam memberantas perkebunan sawit ilegal patut mendapat apresiasi. Salah satu upaya signifikan yang dilakukan adalah penyitaan lahan seluas 5.764 hektare milik PT Johan Sentosa (Duta Palma Group) di Desa Pasir Sialang, Kecamatan Bangkinang Kota, Kabupaten Kampar, Riau.
Penyitaan ini merupakan bagian dari pemulihan aset negara dan penegakan hukum atas penguasaan lahan secara ilegal di kawasan hutan.
Selain itu, Satgas PKH juga telah mengambil tindakan tegas terhadap 27 perusahaan sawit ilegal di wilayah Kampar, Rokan Hulu, Kuantan Singingi, Pelalawan, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir, yang beroperasi di dalam kawasan hutan tanpa izin resmi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI (2022), sektor industri kelapa sawit menyumbang 13,5 persen terhadap ekspor nonmigas dan 3,5 persen terhadap PDB nasional.
Dengan luas tutupan lahan mencapai 16,38 juta hektare dan produksi 46,8 juta ton CPO, industri kelapa sawit juga menyerap lebih dari 16,2 juta tenaga kerja secara langsung dan tidak langsung.
Namun, di balik pencapaian ini, perkebunan sawit ilegal menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan tata kelola industri. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat bahwa luas perkebunan sawit Indonesia terbagi menjadi 0,55 juta hektare (3,57 persen) yang dikelola oleh negara; 8,58 juta hektare (56 persen) oleh swasta, dan 6,21 juta hektare (40,51 persen) oleh rakyat.
Selain itu, terdapat sekitar 3,3 juta hektare kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan secara ilegal, yang tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga menyebabkan kerugian negara yang signifikan.
Berdasarkan kajian terbaru, opportunity loss dari perambahan hutan dan potensi produksi kebun sawit ilegal oleh Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) diperkirakan mencapai Rp2.600 triliun.
Perkebunan sawit ilegal memberikan dampak negatif yang sangat luas. Pembukaan lahan secara ilegal telah mengakibatkan deforestasi yang tidak terkendali, di mana jutaan hektare hutan primer Indonesia telah hilang.
Hal ini tidak hanya meningkatkan emisi karbon, tetapi juga mengancam keberadaan satwa liar yang dilindungi seperti orang utan, harimau sumatra, dan gajah.
Selain itu, konflik sosial akibat tumpang tindih kepemilikan lahan semakin sering terjadi. Banyak masyarakat adat dan petani lokal kehilangan hak atas tanah mereka karena adanya praktik perampasan lahan oleh perusahaan yang beroperasi secara ilegal.
Ketidakjelasan status kepemilikan lahan ini sering kali memicu perselisihan antara berbagai pihak, baik itu petani, perusahaan, maupun pemerintah.
Produktivitas perkebunan sawit rakyat juga menjadi perhatian utama. Dibandingkan dengan perkebunan besar, hasil panen perkebunan rakyat cenderung lebih rendah karena keterbatasan akses terhadap bibit unggul dan teknologi pertanian yang lebih maju. Akibatnya, banyak petani sawit yang terjebak dalam sistem produksi yang tidak efisien dan sulit bersaing di pasar global.
Tumpang tindih perizinan dan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas perkebunan sawit ilegal semakin memperparah permasalahan ini.
Banyak perusahaan yang tetap beroperasi di dalam kawasan hutan meskipun tidak memiliki izin yang sah, yang menunjukkan masih lemahnya penegakan hukum dalam sektor ini.
Baca juga: Peran TNI di Satgas PKH dinilai strategis dalam menjaga kawasan hutan
Peran Strategis TNI
Sebagai bagian dari Satgas PKH, TNI memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung upaya pemerintah untuk menertibkan perkebunan sawit ilegal.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, militer memiliki wewenang untuk terlibat dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk membantu menjaga ketertiban dan menegakkan hukum di wilayah yang terdampak.
Dalam praktiknya, TNI berperan aktif dalam berbagai aspek, termasuk mendukung Kepolisian dan Kejaksaan dalam operasi penertiban lahan sawit ilegal.
Keberadaan TNI dalam operasi ini tidak hanya mempercepat proses hukum, tetapi juga mencegah perlawanan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam praktik ilegal tersebut.
Selain menjaga stabilitas keamanan, TNI juga berkontribusi dalam upaya pemulihan dan rehabilitasi kawasan hutan. Setelah operasi penertiban, lahan yang telah dibersihkan perlu dikembalikan ke fungsinya sebagai kawasan hutan atau dialokasikan untuk program peremajaan sawit yang lebih terkendali.
Dalam hal ini, TNI berperan dalam pengamanan serta koordinasi program reforestasi yang bertujuan untuk memulihkan kondisi ekosistem yang telah rusak.
Keberadaan TNI dalam Satgas PKH merupakan salah satu elemen kunci dalam memberantas perkebunan sawit ilegal yang telah menyebabkan kerugian besar bagi negara dan lingkungan.
Dengan adanya sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan petani sawit, diharapkan industri kelapa sawit Indonesia dapat berkembang lebih berkelanjutan dan tetap berdaya saing tanpa harus mengorbankan keseimbangan ekosistem alam.
Melalui langkah-langkah strategis berbasis data dan kebijakan yang ketat, industri sawit Indonesia dapat semakin transparan, bertanggung jawab, dan menjadi sektor unggulan dalam perekonomian nasional tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
*) Penulis adalah Direktur Eksekutif Intelligence & National Security Studies (INSS)
Baca juga: Pemkab Kotawaringin Timur dukung penertiban perkebunan ilegal
Copyright © ANTARA 2025