Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rita Rachmawati menjelaskan rehabilitasi ekosistem terumbu karang menggunakan jenis karang yang tahan terhadap kenaikan suhu laut dapat menjadi faktor penting upaya konservasi perairan.
Dalam penjelasan diterima di Jakarta, Jumat, peneliti pemutihan karang Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat BRIN itu, menjelaskan rehabilitasi menggunakan karang yang berpotensi lebih tahan terhadap kenaikan suhu air laut dapat meningkatkan kesuksesan perbaikan ekosistem terumbu karang yang rusak dalam jangka panjang, karena kemampuannya bertahan pada saat terjadi pemutihan karang massal.
"Ketahanan karang terhadap kenaikan suhu laut berpotensi dapat ditingkatkan dengan ‘latihan’ tertentu untuk karang yang sebelumnya mudah terkena pemutihan karang, yang di masa mendatang dapat menjadi agenda eksperimen berikutnya untuk diterapkan, sehingga semakin memperbesar tingkat keberhasilan rehabilitasi ekosistem terumbu karang," katanya.
Pernyataan itu mendukung hasil penelitian terbaru di Misool Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya yang dilakukan pada November 2024 hingga Januari 2025 di Stasiun Kalig, Salabafunuatsa, dan Pulau Yuf pada delapan spesies karang, yaitu Acropora hyacinthus, Acropora formosa, Acropora humilis, Pocillopora verrucosa, Porites lobata, Porites cylindrica, Stylophora pistillata, dan Seriatopora hystrix.
Penelitian itu dilakukan setelah pada November 2024, Stephen Palumbi, seorang profesor dan ahli biologi laut dari Stanford University, melatih para pemangku kepentingan utama di area Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat cara melakukan uji termal untuk menilai ketahanan terumbu karang serta memahami bagaimana terumbu karang dapat beradaptasi terhadap kenaikan suhu laut.
Baca juga: KLH dalami dampak lingkungan perusakan mangrove di Pulau Pari
Manajer Senior Perlindungan Laut Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Yusuf Fajariyanto menjelaskan eksperimen itu menggunakan 16 fragmen karang dewasa yang sehat per spesies, yang dikumpulkan dari perairan dangkal dengan kedalaman di antara 1 hingga 5 meter.
Metode penelitian menggunakan dua media air laut, yaitu media kontrol dan media yang dipanaskan, dengan suhu yang diuji 34-37 derajat Celcius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis Porites lobata dan Porites cylindrical menunjukkan ketahanan suhu yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Hasil lain menyebutkan beberapa jenis karang di Stasiun Kalig menunjukkan ketahanan suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis karang di Salabafunuatsa.
Acropora hyacinthus, Acropora formosa, dan Pocillopora verrucosa menunjukkan ketahanan suhu yang lebih baik di Salabafunuatsa, sedangkan Acropora humilis, Seriatopora hystrix, dan Stylophora pistillata menunjukkan ketahanan suhu yang lebih baik di Stasiun Kalig.
"Penelitian ini akan terus berlanjut sepanjang 2025 dengan melakukan eksperimen di beberapa lokasi yang berbeda. Nantinya, data ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk merumuskan strategi konservasi terumbu karang yang lebih tangguh dan dapat direplikasi ke wilayah perairan lain di Indonesia," kata Yusuf.
Baca juga: Unpatti kembangkan penyimpanan larva karang pertama di Indonesia
Baca juga: BRIN paparkan kerusakan ekologi & sosial-ekonomi akibat pagar laut
Baca juga: PT Timah tenggelamkan ribuan terumbu karang buatan jaga ekosistem laut
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025