Pemimpin ASEAN kecam berlanjutnya kekerasan di Myanmar

3 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Para pemimpin negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) merilis dokumen peninjauan dan keputusan bersama yang salah satunya mengecam berlanjutnya kekerasan di Myanmar.

“Kami mengecam berlanjutnya tindakan kekerasan di Myanmar terhadap warga sipil, fasilitas publik, dan infrastruktur sipil,” bunyi pernyataan bersama yang berjudul ‘Tinjauan dan Keputusan Para Pemimpin ASEAN tentang Pelaksanaan Konsensus Lima Poin’ yang dikutip di Jakarta, Senin.

Sekretariat ASEAN menuturkan bahwa dokumen tersebut dihasilkan dari peninjauan atas pelaksanaan Lima Poin Konsensus (5PC) dan rekomendasi dari Rapat Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) ke-37 dan Rapat Menteri Luar Negeri ASEAN pada 9 Juli dan 25 Oktober 2025.

5PC merupakan kesepakatan bersama yang diadopsi pada 24 April 2021 sebagai respons terhadap krisis Myanmar setelah kudeta militer 1 Februari 2021. Konsensus itu mencakup penghentian permusuhan, bantuan kemanusiaan, penunjukan utusan khusus, kunjungan utusan khusus, dan proses dialog yang inklusif.

Para pemimpin negara ASEAN menilai kurangnya kemajuan nyata dalam pelaksanaan 5PC di Myanmar, sembari menyatakan keprihatinan mendalam atas konflik serta situasi kemanusiaan yang mengkhawatirkan di negara tersebut.

Oleh sebab itu, ASEAN mendesak agar semua pihak terkait untuk mengambil tindakan nyata guna segera menghentikan kekerasan tanpa pandang bulu dan menahan diri secara untuk menghindari eskalasi konflik, serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyaluran bantuan kemanusiaan dan dialog politik nasional yang inklusif.

Para pemimpin negara ASEAN turut menegaskan kembali komitmen berkelanjutan ASEAN untuk membantu Myanmar dalam menemukan solusi damai dan berkelanjutan terhadap krisis yang sedang berlangsung, karena Myanmar tetap merupakan bagian integral dari ASEAN.

Mereka juga menekankan bahwa 5PC tetap menjadi acuan utama dalam menangani krisis politik di Myanmar dan mendesak pelaksanaannya secara penuh untuk membantu rakyat Myanmar mencapai penyelesaian damai yang dimiliki dan dipimpin oleh Myanmar, demi kesejahteraan rakyat Myanmar.

Konflik di Myanmar melibatkan militer Myanmar, kelompok pro-demokrasi, dan berbagai kelompok etnis bersenjata. Konflik ini meningkat setelah kudeta militer pada 2021, ketika militer menggulingkan pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis.

Konflik bersenjata di banyak wilayah Myanmar terus meningkat, termasuk yang disebabkan oleh junta militer yang dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kondisi kemanusiaan memburuk secara drastis, terutama pada 2025. Myanmar merencanakan penyelenggaraan Pemilu pada Desember mendatang.

Baca juga: Indonesia tegaskan konsensus lima poin jadi kunci stabilitas Myanmar

Baca juga: Prabowo sarankan ASEAN kirim tim pastikan transparansi pemilu Myanmar

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |