Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI) menyarankan Basic Life Support (BLS) atau bantuan hidup dasar masuk dalam materi pelatihan bagi pemandu wisata di gunung.
"Jadi kalau saya boleh menyarankan, nomor satu, bikinlah pelatihan bantuan hidup dasar, sehingga siapapun, dalam kondisi apapun, kita tahu pertolongan awal apa yang harus dilakukan," kata Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Subspesialis Ortopedi Tulang Belakang dr. Andra Hendrianto, Sp.OT(K) usai mengikuti konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Menanggapi rencana pemerintah untuk memberikan pelatihan pada para pemandu wisata imbas banyaknya kasus kecelakaan WNA di Gunung RinjanI, NTB, Andra mengatakan bantuan hidup dasar sangat penting untuk dapat dipahami oleh semua pihak termasuk para pemandu wisata.
Baca juga: Pemprov Jateng latih pemandu gunung tangkap potensi wisata
Pemahaman mengenai bantuan hidup dasar akan menepis banyak mitos yang berseliweran dalam masyarakat. Misalnya, ketika ada orang yang pingsan tidak diberi air putih terlebih dahulu sebelum orang di sekitarnya memastikan pasien masih bisa merespons panggilan atau bergerak.
Sementara pada orang yang mengalami kejang, sebaiknya tidak memasukkan sendok ke dalam mulut. Melainkan memberikan oksigen karena pasien sebenarnya sedang tidak bernafas.
"Otot diagfragmanya atau otot nafasnya itu dia kejang juga, termasuk untuk bayi ya. Sebenarnya (pasien kejang) itu satu, dikasih oksigen, makanya apapun protokolnya, sebenarnya nomor satu adalah kembali lagi ke bantuan hidup dasar tadi, itu termasuk di dalamnya," ujar dokter RSCM itu.
Baca juga: Pemandu wisata gunung dibekali ketrampilan P3K via Virtual Reality
Selain pemandu, ia menyarankan agar bantuan hidup dasar juga diajarkan ke seluruh pihak yang terlibat dalam sektor pariwisata. Mulai dari petugas kebersihan, kondektur kereta sampai dengan kernet bus.
"Kita enggak pernah tahu keluarga kita atau teman kita kapan mereka akan membutuhkan, kita enggak pernah tahu. Jadi BLS sangat diperlukan oleh semua pihak," kata Andra.
Secara terpisah, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto, mengatakan pemerintah sedang memperbaiki sistem keamanan berwisata terutama di destinasi wisata ekstrem seperti pegunungan.
Baca juga: Sampah Gunung Rinjani bisa dicegah dengan konsep pendakian nol sampah
Musibah yang menimpa wisatawan asal Brazil beberapa waktu lalu mendorong pemerintah untuk melakukan pembenahan dengan melibatkan pihak terkait seperti Basarnas dan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).
Salah satu upaya yang akan dilakukan dalam jangka pendek adalah menyiapkan rescue center dan pelatihan bagi pemandu wisata gunung.
Beberapa langkah yang sudah berjalan yakni Basarnas menyatakan kesiapan untuk mendukung pelatihan keselamatan dan standardisasi di destinasi pariwisata, termasuk dalam hal pertolongan pertama dan evakuasi.
Jumlah pemandu dan porter juga sudah mulai dipetakan, termasuk data jumlah yang telah dan belum tesertifikasi.
"Fokus tahun ini adalah sertifikasi pemandu baru, sedangkan pemandu lama yang sertifikasinya telah kedaluwarsa direncanakan untuk disertifikasi ulang pada tahun depan," kata dia.
Hariyanto turut menekankan nantinya terdapat modul pelatihan keselamatan dan mitigasi risiko yang sudah disusun Kementerian Pariwisata termasuk mengenai vertical rescue sampai dengan bantuan hidup dasar.
Baca juga: Pemandu daki gunung di Bali bakal jadi tenaga kontrak penjaga hutan
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.