OJK minta industri perbaiki perjanjian polis, merespons putusan MK

1 month ago 30
Jadi, Pasal 251 KUHD perlu pengaturan lebih lanjut agar tidak bisa dimanfaatkan secara tidak benar...

Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyampaikan, OJK akan meminta kepada pihak terkait termasuk asosiasi, stakeholder, industri, dan publik untuk memperbaiki serta memperjelas dokumen perjanjian polis asuransi.

Hal itu dilakukan dalam rangka menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXII/2024 yang melarang pembatalan klaim asuransi secara sepihak.

“Saat ini OJK sedang mempelajari langkah selanjutnya untuk memperbaiki proses perjanjian asuransi antara perusahaan dengan pemegang polis,” kata Ogi dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulan Desember 2024, di Jakarta, Selasa.

Ogi mengatakan, OJK menghormati dan melaksanakan putusan MK terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). OJK menyadari bahwa perlu adanya penguatan kesetaraan antara penanggung dan tertanggung dalam suatu perjanjian polis asuransi.

Menindaklanjuti putusan MK tersebut, OJK juga mendorong perusahaan asuransi untuk memperbaiki proses underwriting yang lebih baik, di mana calon-calon pemegang polis diyakini memberikan informasi yang benar terkait dengan kondisi yang bersangkutan.

Apabila hal tersebut telah dilakukan namun tetap terjadi suatu dispute atau sengketa, maka langkah pertama yang akan dilakukan terlebih dahulu yaitu mengupayakan kesepakatan antara para pihak, yakni antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis atau tertanggung.

“Kemudian dengan mekanisme Lembaga Arbitrase LAPS ataupun dengan pengadilan. Ini sesuai dengan amanah amar putusan daripada MK,” ujar Ogi.

Namun sebelum itu, kata Ogi pula, perlu adanya perbaikan-perbaikan sebagaimana yang telah disampaikan di awal yaitu perbaikan untuk memperjelas perjanjian pertanggungan serta perbaikan proses underwriting yang lebih baik.

Ogi menyampaikan, dalam amar putusan MK terdapat beberapa hal penting yang perlu dipahami bahwa Pasal 251 KUHD tetap berlaku karena prinsip utmost good faith merupakan prinsip yang universal. Namun, ujar dia, perlu ada perubahan-perubahan sehingga sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kemudian, kata Ogi lagi, perlu adanya formulasi yang fair atau adil dan transparan terkait mekanisme pembatalan berdasarkan Pasal 251 KUHD dalam melindungi konsumen dan agar perusahaan asuransi dapat menjalankan misi dengan baik.

“Jadi, Pasal 251 KUHD perlu pengaturan lebih lanjut agar tidak bisa dimanfaatkan secara tidak benar, baik oleh perusahaan asuransi, oleh agennya, ataupun konsumen yang tidak beritikad baik,” kata Ogi.

Sebelumnya pada Jumat (3/1), MK menggelar sidang Pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh Maribati Duha.

MK menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat. Dengan adanya putusan tersebut, maka perusahaan asuransi tidak bisa membatalkan klaim secara sepihak.

MK menegaskan, pembatalan polis asuransi hanya dapat dilakukan atas kesepakatan antara penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan.

“Menyatakan norma Pasal 251 KUHD (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan,” kata Ketua MK Suhartoyo saat pembacaan amar Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024.

Baca juga: AAUI sebut perlu sesuaikan ulang aturan dalam polis usai putusan MK

Baca juga: AAUI patuhi putusan MK soal pembatalan klaim asuransi sepihak

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |