Mataram (ANTARA) - Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) mengajak generasi muda untuk peduli terhadap ancaman krisis iklim global yang menimbulkan banyak dampak negatif terhadap bumi dan manusia.
"Museum kini tidak lagi sekadar menjadi tempat menyimpan benda-benda sejarah melainkan telah berkembang menjadi ruang hidup dan ruang dialog yang mendidik generasi muda tentang tantangan masa depan, termasuk krisis iklim global," kata Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam di Mataram, Selasa.
Pada 29 Juli 2025, Museum NTB bekerja sama dengan Museum Bahari Jakarta dan Indonesian Hidden Heritage Creative Hub (IHHCH) menggelar program kuliah di museum melalui kegiatan Bahari On Screen bertajuk Climate Action.
Aktivitas belajar yang digelar di Museum NTB tersebut mengajak para pelajar tingkat SMA/SMK sederajat untuk menyaksikan dan mendiskusikan film dokumenter bahari yang mengangkat isu-isu perubahan iklim, degradasi ekosistem laut, serta solusi adaptif berbasis kearifan lokal.
"Melalui Climate Action, kami ingin mengajak anak-anak muda untuk bertindak sesuai kapasitasnya, menjaga bumi kita agar tidak semakin rusak akibat ulah manusia. Museum hadir sebagai medium reflektif sekaligus edukatif untuk itu," kata Nuralam.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa generasi terdahulu telah membangun peradaban dengan nilai-nilai kelestarian dan keseimbangan alam, dan kini saatnya generasi muda melanjutkan warisan itu dengan cara yang relevan di zaman mereka.
Menurut dia, ada banyak kearifan lokal yang dapat dijadikan inspirasi aksi iklim hari ini mulai dari tradisi bahari, pengelolaan sumber daya laut, hingga cara hidup masyarakat adat yang selaras dengan alam.
"Itu semua menjadi narasi penting yang bisa dipelajari lewat museum," ucap Nuralam.
Baca juga: Museum NTB kenalkan warisan sejarah ke siswa lereng Gunung Tambora
Kegiatan Bahari on Screen diharapkan dapat menjadikan museum sebagai tempat perjumpaan untuk berbagi cerita di kalangan generasi muda. Berbagai artefak koleksi museum mampu menceritakan informasi lintas generasi.
Nuralam optimistis museum menjadi tempat perjumpaan yang menyenangkan serta sarana berbagi cerita dan pengalaman.
Program Bahari on Screen diikuti oleh sebanyak 45 pelajar yang terdiri dari 14 sekolah di Pulau Lombok. Sekitar 70 persen peserta tercatat sebagai siswa yang mempunyai kapasitas dalam bidang perfilman yang membuat semangat mereka untuk melestarikan alam melalui film.
Aulia Ramadani, siswi Madrasah Aliyah NW Bagek Polak Kediri di Lombok Barat, mengaku senang karena untuk pertama kalinya menyaksikan film dokumenter yang menggambarkan edukasi pelestarian tentang alam dan lingkungan.
"Kami dari perfilman sinematik banyak mendapatkan ilmu dan inspirasi. Ke depan, kami bisa membuat film-film sebagus ini untuk mengedukasi masyarakat dalam melestarikan alam," kata Aulia.
Program Bahari on Screen adalah inisiatif Museum Bahari bersama Indonesian Hidden Heritage Creative Hub (IHHCH) untuk mengajak pelajar Indonesia menuangkan suara dan aksi mereka terhadap isu perubahan iklim melalui film pendek berdurasi maksimal lima menit.
Community Engagement Coordinator & Event Director IHHCH dan Kepala Program Bahari on Screen Aryo Bimo mengatakan Bahari on Screen adalah program yang sudah dilaksanakan selama tiga tahun dan ini adalah pelaksanaan perdana yang dilaksanakan di Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Museum NTB tumbuhkan kepedulian masyarakat menjaga artefak bersejarah
"Sepertinya harus sering dilakukan di NTB, karena film dapat menjadi cara untuk memberitahukan orang bahwa ada masalah, masalah lingkungan, dan ini cara menghadapinya. Kami tidak berhenti di sini, tahun depan kami menjangkau lebih luas lagi," ujar Aryo.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.