Mengapa sunat perempuan berbahaya? Ini risikonya bagi kesehatan

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Sunat perempuan sering kali dianggap sebagai bagian dari tradisi atau ajaran tertentu. Namun, di balik praktik ini, ada berbagai risiko kesehatan yang perlu dipahami.

Baik yang dilakukan secara simbolis maupun dengan pemotongan jaringan, sunat perempuan dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental dalam jangka pendek maupun panjang. Dari infeksi hingga komplikasi saat persalinan, praktik ini bukan hanya soal budaya, tetapi juga menyangkut hak kesehatan dan keselamatan perempuan.

WHO menyatakan bahwa sunat perempuan merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap perempuan dan anak. Organisasi ini menegaskan bahwa Female Genital Mutilation (FGM) atau mutilasi genital perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan sama sekali dan justru menimbulkan berbagai dampak negatif.

Baca juga: KemenPPPA: Perlu melibatkan tokoh agama hapus budaya sunat perempuan

Prosedur ini merusak jaringan genital yang sehat serta mengganggu fungsi alami tubuh. Semakin ekstrem bentuk sunat yang dilakukan, semakin tinggi pula risiko komplikasi kesehatan yang dapat terjadi.

Di Indonesia, praktik sunat perempuan masih dilakukan dengan berbagai metode. Berdasarkan data UNICEF tahun 2015, Indonesia masuk dalam tiga besar negara yang penduduknya masih menjalani praktek sunat perempuan.

Berdasarkan penelitian Komnas Perempuan dan PSKK UGM pada 2017, mayoritas anak perempuan yang menjalani sunat berusia 1–5 bulan (72,4%).

Sementara itu, data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 mencatat bahwa 21,3% anak perempuan mengalami sunat yang masuk dalam kategori FGM menurut WHO yaitu melibatkan pemotongan atau pelukaan, sedangkan 33,7% lainnya hanya menjalani prosedur simbolis.

Baca juga: PP Aisyiyah pandang sunat perempuan banyak mudharat

Risiko kesehatan sunat perempuan

1. Komplikasi medis

Sunat perempuan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti perdarahan hebat, infeksi kronis, pembengkakan, pembentukan jaringan parut (keloid), gangguan buang air kecil, hingga risiko penularan HIV. Dalam beberapa kasus, prosedur ini bahkan bisa berakibat fatal.

2. Trauma dan gangguan psikologis

Tanpa anestesi, prosedur ini bisa menyebabkan rasa sakit luar biasa yang membekas dalam ingatan anak perempuan yang mengalaminya. Dalam jangka panjang, banyak korban yang mengalami trauma psikologis, gangguan kecemasan, stres pasca-trauma (PTSD), hingga depresi.

Baca juga: KemenPPPA edukasi ulama dan pesantren cegah sunat pada perempuan

3. Gangguan fungsi seksual

Sunat perempuan berisiko mengganggu fungsi seksual karena dapat mengurangi sensitivitas organ genital. Banyak perempuan yang mengalami nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan dalam penetrasi, dan berkurangnya produksi pelumas alami, sehingga mengurangi kepuasan seksual.

4. Komplikasi saat persalinan

Bagi perempuan yang telah menjalani sunat, persalinan bisa menjadi lebih sulit dan berisiko tinggi. Sunat perempuan dikaitkan dengan meningkatnya kemungkinan operasi caesar, perdarahan pasca-melahirkan, serta risiko robekan jaringan selama persalinan.

Melihat berbagai risiko di atas, sunat perempuan bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga praktik yang dapat membahayakan kesehatan serta kesejahteraan perempuan dalam jangka panjang.

Baca juga: Apa itu sunat perempuan dan bagaimana praktiknya di Indonesia?

Baca juga: Jalan panjang memutus mata rantai praktik sunat perempuan

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |