Jakarta (ANTARA) - Indonesia, dengan kekayaan budaya yang beragam dan populasi terbesar keempat di dunia, memiliki potensi besar dalam sektor ekonomi kreatif. Dari seni, desain, musik, hingga teknologi kreatif, setiap subsektor memiliki kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi.
Menurut data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), sektor ini menyumbang lebih dari 7 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2019 dan diprediksi terus berkembang pesat.
Seiring dengan berkembangnya teknologi digital, sektor ekraf tidak hanya berperan sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi juga sebagai penggerak utama inovasi, lapangan pekerjaan, dan daya saing global.
Meski memiliki potensi besar, sektor ekonomi kreatif Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan yang menghambat percepatan pertumbuhannya. Salah satu tantangan terbesar adalah akses pendanaan dan pembiayaan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dominan di sektor ekraf.
Banyak pelaku ekonomi kreatif yang kesulitan mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan tradisional karena sebagian besar produk mereka berbasis kekayaan intelektual, yang tidak memiliki agunan berbentuk fisik.
Selain itu, meskipun Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah diperkenalkan untuk membantu sektor UMKM, penyalurannya di sektor ekonomi kreatif masih terbatas. Pada tahun 2024, hanya sekitar 4,28 persen dari total KUR yang disalurkan ke sektor ekraf. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kreatif masih kurang mendapat perhatian yang memadai dari lembaga keuangan dan pemerintah.
Di sisi lain, sektor ekraf juga menghadapi tantangan investasi, di mana investor cenderung ragu untuk berinvestasi dalam ekonomi kreatif karena adanya ketidakpastian regulasi dan kurangnya insentif fiskal.
Akselerasi kebijakan
Agar sektor ekonomi kreatif dapat berkembang pesat, pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang mendukung percepatan sektor ekraf. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan akselerasi kebijakan yang lebih solutif dan inklusif.
Kebijakan-kebijakan tersebut harus berfokus pada penyelesaian masalah utama, seperti akses pendanaan, pembiayaan, dan peningkatan infrastruktur.
Salah satu kebijakan yang perlu segera dilaksanakan adalah pengembangan skema pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual (KI). KI, seperti hak cipta dan desain, seharusnya dapat menjadi agunan yang sah dalam mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan. Dengan adanya kebijakan ini, pelaku usaha kreatif, terutama UMKM, dapat mengakses pembiayaan dengan lebih mudah dan murah, yang akan mempercepat inovasi dan pengembangan produk.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat Dana Abadi Ekraf. Dana ini dapat digunakan untuk mendukung pengembangan sektor kreatif dalam jangka panjang dan memastikan akses pendanaan yang lebih berkelanjutan bagi pelaku ekonomi kreatif. Pemerintah harus memastikan bahwa dana ekraf dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi, untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan tepat sasaran dan efektif.
Pemerintah juga harus menyederhanakan prosedur perizinan yang menghambat pertumbuhan sektor ekonomi kreatif.
Salah satu rekomendasi dari Komisi VII DPR RI adalah untuk memperkenalkan kebijakan yang lebih ramah terhadap sektor kreatif, dengan menyederhanakan perizinan dan mempercepat proses administrasi. Kesempatan tersebut membuka peluang bagi lebih banyak pelaku usaha untuk berkembang tanpa terhambat oleh birokrasi yang rumit.
Sinergi lintas sektor
Untuk mendorong transformasi ekonomi kreatif, perlu ada sinergi antara berbagai sektor yang terlibat. Sinergi Hexahelix antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, media, dan pelaku usaha kreatif akan memperkuat produk lokal dan mempercepat penetrasi pasar internasional. Kerja sama antara Balai Latihan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan industri kreatif juga sangat penting untuk meningkatkan keterampilan SDM di sektor ekraf.
Pemasaran produk kreatif juga harus diperkuat, baik di pasar domestik maupun internasional. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memperkuat platform digital yang dapat memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan visibilitas produk lokal. Pemerintah perlu mendorong dan mendukung pelaku ekonomi kreatif untuk memanfaatkan teknologi digital dalam memasarkan produk mereka.
Tidak kalah pentingnya adalah penguatan ekosistem kekayaan intelektual (KI). Pemerintah perlu memperkenalkan kebijakan yang lebih jelas mengenai perlindungan KI agar produk kreatif Indonesia dapat dilindungi dari pelanggaran hak cipta dan plagiarisme. Selain itu, penyediaan insentif fiskal bagi pelaku ekonomi kreatif yang mengembangkan produk berbasis KI akan mendorong mereka untuk berinovasi lebih banyak.
Pada akhirnya, untuk dapat mengoptimalkan potensi ekraf, diperlukan langkah-langkah strategis dan kebijakan yang terintegrasi dengan baik dalam rangka percepatan pertumbuhan sektor ekraf. Salah satu cara utama untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui akselerasi kebijakan yang mendukung pengembangan sektor ekonomi kreatif.
Transformasi ekonomi kreatif yang lebih pesat bisa diwujudkan dengan kebijakan yang lebih terintegrasi dan solutif. Dengan memperkuat akses pendanaan, mempercepat regulasi dan perizinan, serta mengembangkan infrastruktur dan perlindungan KI, sektor ekonomi kreatif Indonesia dapat berkembang secara maksimal.
Pemerintah, bersama sektor swasta dan pelaku ekonomi kreatif, harus bekerja sama dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi inovasi dan perkembangan sektor ekraf. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin global dalam industri kreatif pada tahun 2045, dan dengan kebijakan yang tepat, sektor ekraf dapat menjadi pilar utama dalam perekonomian Indonesia yang berkelanjutan.
*) Rioberto Sidauruk adalah Pemerhati Hukum Ekonomi Kerakyatan dan Peneliti Industri Strategis. Saat ini bertugas sebagai Tenaga Ahli di Komisi VII DPR RI yang membidangi Industri, UMKM, Ekonomi Kreatif, dan Lembaga Penyiaran Publik.
Copyright © ANTARA 2025