Mendorong literasi kesehatan remaja, investasi masa depan bangsa

2 hours ago 2
Yang lebih memprihatinkan, informasi kesehatan yang mereka dapatkan sering disajikan dengan cara lama—panjang, kaku, dan kurang sesuai dengan gaya belajar generasi 'digital native'

Jakarta (ANTARA) - Remaja adalah penentu arah bangsa. Di pundak mereka, estafet kepemimpinan dan keberlanjutan pembangunan Indonesia akan bergulir.

Namun, di balik potensi yang besar, ada tantangan kesehatan yang nyata dan sering luput dari perhatian. Di era digital, remaja menghadapi persoalan gizi yang tidak seimbang, meningkatnya masalah kesehatan mental, hingga paparan bahaya rokok, alkohol, dan narkoba.

Ironisnya, akses terhadap informasi kesehatan yang benar, relevan, dan menarik sering kali terbatas. Banyak remaja, khususnya di pedesaan, masih mengandalkan informasi dari mulut ke mulut atau media sosial yang rawan hoaks. Padahal, di titik inilah literasi kesehatan menjadi kunci.

Literasi kesehatan bukan hanya kemampuan membaca brosur medis, melainkan kapasitas untuk memahami, menilai, dan mengaplikasikan informasi kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa itu, generasi muda mudah terseret arus informasi yang simpang siur dan membuat keputusan yang keliru.

Literasi kesehatan bukan sekadar kemampuan membaca brosur medis. Ia adalah fondasi untuk mengambil keputusan yang tepat mengenai kesehatan diri sendiri dan komunitas. Lebih dari itu, literasi kesehatan adalah tentang pemberdayaan - memberikan alat dan kepercayaan diri bagi individu untuk mengendalikan kesehatan mereka sendiri.

Tanpanya, informasi yang simpang siur justru dapat menyesatkan dan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius.

Potret dari Desa Jambewangi

Desa Jambewangi di Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menjadi contoh nyata dalam masalah ini. Jumlah remajanya cukup besar, namun banyak di antara mereka belum benar-benar memahami konsep gizi seimbang, cara mengelola stres, atau risiko nyata dari rokok dan narkoba.

Yang lebih memprihatinkan, informasi kesehatan yang mereka dapatkan sering disajikan dengan cara lama—panjang, kaku, dan kurang sesuai dengan gaya belajar generasi digital native.

Anak-anak muda hari ini terbiasa dengan informasi cepat, visual, dan mudah dibagikan. Jika edukasi kesehatan tidak mengikuti pola itu, pesan penting akan lewat begitu saja. Dari keprihatinan inilah, tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang menginisiasi program pengabdian masyarakat "Menuju Masyarakat yang Sadar Kesehatan" pada 6 September 2025.

Tim melibatkan 17 remaja terpilih, bidan desa, serta perangkat daerah. Selama dua hari, para peserta tidak hanya menerima materi, tetapi juga diajak aktif memproduksi konten kesehatan. Pendekatannya terangkum dalam tiga langkah: Edukasi, Pemberdayaan, dan Pencerahan (3E).

Dari penonton menjadi produsen

Materi yang dibahas mencakup empat isu krusial yaitu gaya hidup sehat dan aktif, prinsip gizi seimbang untuk remaja, kesehatan mental dan pengelolaan stres, dan bahaya rokok, alkohol, serta obat terlarang.

Baca juga: Kesadaran kesehatan mental menguat, orang tua perlu aktif mendengar

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |