Sumedang, Jawa Barat (ANTARA) - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar di depan peserta Retret Kepala Daerah Gelombang II di IPDN, Jatinangor, Sumedang, mengungkapkan pentingnya kegiatan seperti ini, dengan mencontohkan Nabi Muhammad SAW yang juga melakukan kegiatan serupa.
"Saya tekankan bahwa kita harus lihat retret ini sangat besar manfaatnya. Coba Nabi retret itu di Gua Hira, itu berapa lama? Enam tahun itu retretnya. (Mahatma) Gandhi misalnya di sini kenapa bisa menjadi tokoh internasional? Itu kerjanya retret. Jadi kontemplasinya itu bagus. Tidak mungkin kita menyelesaikan persoalan hanya dengan konsentrasi. Tapi harus juga kontemplasi," kata Nasarudin di Kampus IPDN, Kamis.
Menurutnya, konsentrasi mengerahkan pikiran agar satu persoalan selesai, sementara, kontemplasi mengerahkan jiwa nurani untuk menyelesaikan persoalan.
"Jadi perkawinan antara kontemplasi dan konsentrasi Itu yang akan menyukseskan seorang pimpinan," kata dia.
Lebih lanjut, Nasaruddin menekankan kepada kepala daerah perlunya menggunakan bahasa agama dalam mengkomunikasikan kebijakan daerah.
Sebab Indonesia terdiri dari masyarakat yang religius, sehingga melalui bahasa agama, pesan yang disampaikan kepala daerah akan mampu menyentuh nurani publik.
Baca juga: Menag sebut soal catatan haji 2025 Arab Saudi tergantung sudut pandang
"Bahasa masyarakat itu, mereka itu sehari-hari menggunakan bahasa agama. Sadar atau tidak sadar, kita juga menggunakannya. Kalau kita menggunakan bahasa agama, religius-religius, maka yang susah itu akan menjadi mudah Kenapa? Minimum doa dari mereka kan, dan yang kedua adalah loyalitas mereka," ujarnya.
Ia menambahkan, sebagai pemimpin, kepala daerah perlu mengombinasikan dua pendekatan bahasa, yakni induktif yang berarti menggunakan pendekatan dari level bawah ke atas, dan kuantitatif atau penggunaan bahasa yang disampaikan secara jelas berdasarkan data riset yang nyata.
Sehingga, dengan cara ini masyarakat dapat memahami substansi pesan yang disampaikan dengan lebih baik.
"Coba kita lihat Pak Prabowo itu mengabsen pejabatnya satu per satu. Itu jauh lebih menyentuh daripada [menyebut] ‘Yang terhormat Bapak-Ibu sekalian’. Itu menyentuh batin, kan," ujarnya.
Di sisi lain, Nasaruddin menjelaskan bahwa dalam konteks bernegara, penting bagi kepala daerah untuk memahami konsep moderasi agama.
Konsep tersebut bukan berarti mengubah agama dari ranah tradisional menuju modern. Melainkan, yang perlu diubah adalah penafsiran terhadap cara beragama yang menyesuaikan kemajuan zaman.
"Kita tidak kompeten mengubah bibel, mengubah ayat. Tapi cara beragama kita itu yang perlu berubah. Tanpa harus mengubah teks kitab suci kita. Itu yang disebut dengan moderasi beragama," tuturnya.
Baca juga: KPK optimalkan penerapan MCP untuk cegah korupsi di daerah
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.