Menag ajak amil zakat teladani profesionalisme Abu Hurairah

2 months ago 20
Mari kita menjadi amil yang benar, mari kita menjadi Abu Hurairah

Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengajak para pemangku kebijakan zakat meneladani Abu Hurairah sebagai sosok amil yang profesional dan amanah dalam mengelola keuangan umat.

"Mari kita menjadi amil yang benar, mari kita menjadi Abu Hurairah," ujar Menag Nasaruddin Umar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, pada penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Pengelolaan Zakat Tahun 2025.

Menag menjelaskan perbedaan antara amil dan fa’il, meskipun berasal dari akar kata yang sama. Menurutnya, amil adalah orang yang bekerja secara profesional dan bertanggung jawab, sedangkan fa’il adalah orang yang hanya bekerja saja dengan mengabaikan aspek kompetensi.

"Kalau yang ditunjuk tidak kompeten, maka itu bukan amil, tapi fa’il," kata Menag.

Menag kemudian mengisahkan bagaimana Rasulullah SAW menunjuk Abu Hurairah untuk memegang kunci Baitul Mal yang menyimpan zakat, infak, sedekah, dan wasiat. Penunjukan ini memperlihatkan betapa selektifnya Nabi Muhammad SAW dalam memilih pengelola keuangan umat.

Baca juga: Menag Malaysia sebut Baznas harus jadi contoh lembaga pengelola zakat

Ia juga menceritakan pengalaman Abu Hurairah yang berjaga atas perintah Nabi untuk mengantisipasi pencurian.

Dalam tiga malam berturut-turut, seorang pemuda datang mencoba mencuri karena keluarganya kelaparan. Abu Hurairah tetap menjalankan tugasnya sebagai penjaga dan tidak mendistribusikan harta tersebut meskipun pemuda itu memohon.

Pada malam ketiga, pemuda tersebut memberikan wirid berupa bacaan Ayat Kursi kepada Abu Hurairah, yang diyakini dapat mengusir setan. Keesokan harinya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pemuda itu sebenarnya adalah iblis yang menyamar.

"Nabi tahu siapa yang pantas memimpin Baitul Mal. Itulah Abu Hurairah yang sangat jujur dan pantas menjadi amil," kata Menag.

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad menyampaikan separuh ajaran agama merupakan urusan sosial. Oleh karena itu penguatan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) sangat penting untuk membangun kehidupan beragama yang utuh dan berdampak.

Baca juga: Baznas ajak pengelola ZIS perkuat kolaborasi untuk entaskan kemiskinan

"Separuh agama itu adalah urusan sosial, separuhnya lagi ibadah mahdah (ritual-red). Artinya, separuh dari kehidupan beragama kita dikelola melalui pendekatan sosial," kata Noor Achmad.

Menurutnya, ZIS yang dikelola secara kolektif dan inklusif dapat menjadi solusi atas berbagai persoalan sosial, terutama ketimpangan dan kemiskinan.

"Jika pengelolaan ZIS berjalan efektif, berarti kita telah menyelesaikan separuh dari persoalan keagamaan. Karena separuh agama itu adalah bagaimana kita hidup berdampingan dan membantu sesama," katanya.

Sementara itu Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Abu Rokhmad mengatakan rakornas tersebut untuk pertama kalinya menekankan fungsi Kementerian Agama (Kemenag) sebagai regulator, pembina, dan pengawas dalam pengelolaan zakat.

"Rakornas merekomendasikan penguatan posisi Kemenag sebagai regulator, peningkatan kapasitas kelembagaan Baznas dan LAZ, serta pemahaman menyeluruh terhadap regulasi zakat," ujarnya.

Baca juga: Baznas RI anugerahkan penghargaan kepada 92 UPZ terbaik di Indonesia

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |