Jakarta (ANTARA) - Pendapatan dari sektor perpajakan adalah tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan anggaran negara.
Di Indonesia, penerimaan dari sektor perpajakan telah mengambil porsi yang sangat besar. Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2024, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara mencapai sekitar 82,4 persen dari total penerimaan negara.
Penerimaan pajak nasional pada 2023 tercatat sebesar Rp1.869,23 triliun, tumbuh 8,9 persen dari capaian 2022.
Tantangan sektor perpajakan masih cukup besar. Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp2.490,9 triliun. Namun, pada semester I tahun 2025 realisasi menunjukkan bahwa penerimaan pajak neto telah mencapai sekitar Rp831,27 triliun hingga Juni.
Realisasi ini menunjukkan rata‑rata bulanan mencapai Rp181,3 triliun di semester pertama. Meskipun demikian, beberapa indikator menunjukkan tekanan, seperti turunnya setoran PPN dan PPh badan, yang menunjukkan masih adanya pekerjaan rumah besar dalam memperkuat basis dan kepatuhan perpajakan.
Namun demikian, di tengah angka besar tersebut tetap terdapat tantangan struktural yang tak boleh dipandang sebelah mata: rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih dalam kisaran yang relatif rendah dibandingkan standar optimal bagi negara berkembang. Misalnya, sektor informal yang sangat besar dan belum seluruhnya tersentuh sistem perpajakan menjadi salah satu faktor penghambat.
Dalam konteks itulah muncul gerakan yang bertujuan memperkuat edukasi, memperluas kesadaran, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam sistem perpajakan yaitu gerakan relawan pajak sebagai bagian dari penguatan sistem perpajakan yang sudah ada.
Salah satu wujud aktualnya adalah Program Relawan Pajak Untuk Negeri (Renjani), sebagai wadah bagi anggota masyarakat untuk menjadi relawan pajak yang secara sukarela memberikan tenaga dan pikirannya untuk edukasi perpajakan kepada masyarakat.
Merangkul dunia pendidikan
Dalam perjalanannya Program Renjani tersebut diintegrasikan dengan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Mandiri dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) sehingga menjadikan gerakan tersebut bukan hanya sebagai aksi sosial‑ekonomi, tetapi juga bagian dari pendidikan karakter dan kebangsaan.
Program Renjani hadir dengan kerangka pelibatan mahasiswa dan masyarakat sipil sebagai relawan pajak. Dari pengumuman resmi, pendaftaran untuk calon relawan pajak dibuka oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bagi mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Indonesia, sebagai bagian dari pengalaman belajar berbasis praktik (experience‑based learning).
Beberapa kampus telah menjadi pilot project integrasi: misalnya, Institut Bisnis dan Informatika (Kampus) Kosgoro 1957 yang menempatkan 29 mahasiswa dalam program Renjani‑MBKM di wilayah KPP Pratama Jakarta Jagakarsa dan Cilandak. Di wilayah Bandar Lampung, KPP Pratama Bandar Lampung Satu juga memanfaatkan program MBKM untuk mengembangkan kompetensi relawan pajak bersama mahasiswa.
Pelaksanaan tugas relawan yang terpilih adalah mencakup edukasi komunitas, pendampingan pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan), dan kegiatan lain yang mendekatkan masyarakat dengan sistem perpajakan. Sebagai contoh riset dari Universitas Pelita Bangsa menemukan bahwa relawan pajak membantu pelaporan wajib pajak orang pribadi di kawasan industri Jababeka.
Melalui mekanisme ini, mahasiswa dan relawan bertindak sebagai jembatan antara sistem perpajakan dengan masyarakat luas terutama lapisan yang kurang memahami prosedur atau merasa sistem pajak terlalu birokratis. Integrasi dengan MBKM juga memberikan dimensi pendidikan dan karakter: relawan tak hanya menjadi eksekutor, tetapi juga penanam nilai kewargaan, profesionalisme, dan integritas.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































