MBG, investasi masa depan bangsa yang tak boleh dihentikan

1 hour ago 4

Jakarta (ANTARA) - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak. Lebih dari itu, MBG adalah wujud nyata komitmen negara terhadap rakyatnya.

Program ini telah mendapat dukungan luas masyarakat karena dianggap sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945: negara wajib menanggung anak terlantar dan keluarga miskin.

Usulan untuk menghentikan MBG atau mengubahnya menjadi bantuan tunai langsung bukan hanya langkah yang salah besar namun juga jelas-jelas melawan kehendak rakyat yang menginginkan keadilan sosial.

MBG adalah perwujudan tanggung jawab negara dalam mendukung kesejahteraan generasi muda melalui tindakan nyata, menghentikannya berarti mengkhianati aspirasi rakyat yang telah mempercayai program ini sebagai wujud dialog konstitusional.

Amanah rakyat

MBG adalah cara negara berkomunikasi dengan rakyatnya melalui kebijakan inklusif yang mencerminkan kehendak masyarakat akan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Menghentikan MBG berarti memutus jembatan aspirasi rakyat.

Program ini sejak awal dirancang untuk merespons keragaman Indonesia, geografis, budaya, dan sosial. Oleh karena itu, pendekatan seragam, seperti mengganti MBG dengan bantuan tunai, merupakan kegagalan memahami kebutuhan lokal.

Menu untuk anak di Nusa Tenggara Timur tentu saja berbeda dibandingkan anak di Jawa Barat. Ini sangat mungkin diimplementasikan.

Kehendak rakyat menuntut desentralisasi agar MBG tetap relevan, namun usulan penghentian program ini justru mengirim sinyal bahwa negara tidak mendengar suara rakyatnya, suatu kesalahan besar.

Organisasi lokal seperti NU, Muhammadiyah, Persit, atau Bhayangkari telah menjadi mitra efektif dalam menerjemahkan kehendak rakyat di tingkat lokal, memastikan distribusi makanan bergizi tepat sasaran. Menghentikan MBG berarti mematikan peran mereka dan mengabaikan keinginan rakyat terkait pengawasan ketat untuk mencegah penyelewengan, seperti yang kerap terjadi pada program bansos sebelumnya.

Transparansi adalah kunci. Dengan dukungan mereka, kepercayaan rakyat pada MBG tumbuh semakin kuat.

Keberhasilan MBG bergantung pada kualitas gizi yang menjadi tuntutan rakyat. Dr Hardinsyah MS, ahli gizi dari IPB, menegaskan bahwa kebutuhan nutrisi anak SD, SMP, dan SMA berbeda, sesuai tahap pertumbuhan fisik hingga perkembangan kognitif.

Menghentikan MBG berarti mengabaikan kehendak rakyat akan standar gizi yang memadai, menjadikan janji kesejahteraan negara sebagai simbol kosong. Melibatkan ahli gizi dalam perencanaan dan pengawasan adalah cara negara menjawab aspirasi rakyat, bukan menghentikan program yang telah menjadi harapan masyarakat.

Warisan budaya

MBG bukan hanya soal gizi, tetapi juga wujud penghargaan negara terhadap identitas budaya rakyatnya, yang telah menjadi kehendak masyarakat. Dengan memprioritaskan menu lokal seperti makanan lokal berbahan baku singkong, talas, atau sagu, yang tetap menarik bagi mereka.

Dengan demikian program ini juga sekaligus mengenalkan warisan kuliner tradisional kepada generasi muda di tengah ancaman makanan impor dan cepat saji.

MBG menjadi benteng ketahanan budaya sekaligus ketahanan pangan. Jika krisis pangan global terjadi, maka ketahanan pangan lokal bergantung pada generasi yang akrab dengan pangan asli. MBG adalah investasi jangka panjang, bukan program sesaat yang dirancang, dikerjakan, langsung jadi.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |