Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari kembali mengingatkan pejabat publik untuk bijak dalam menggunakan fasilitas sirine saat berkendara, dan jangan mengumbar gaya hidup yang mewah (flexing) mengingat mereka menerima gaji dari rakyat.
Menurut Qodari, gerakan menolak sirine, yang saat ini dipopulerkan dengan istilah "tot, tot, wuk, wuk", juga disambut baik oleh sejumlah pejabat negara, misalnya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, dan dirinya sendiri sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
"Pak Mensesneg, Mas Pras, sudah menegaskan bahwa pejabat publik harus bijak menggunakan pengawalan, dan mencontoh Presiden Prabowo yang hormat kepada pengguna jalan lain. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga mengakui jarang menggunakan strobo, karena merasa terganggu, dan ingin memberikan contoh kepada masyarakat," kata Qodari menjawab pertanyaan wartawan di Kantor Staf Presiden (KSP) RI, Jakarta, Senin.
Dalam kesempatan yang sama, Qodari melanjutkan dirinya juga hampir tak pernah menggunakan sirine dan strobo saat berkendara. Qodari menyebut semasa dirinya masih menjabat Wakil Kepala Staf Kepresidenan, dia juga lebih banyak menyetir sendiri tanpa ada pengawalan voorijder.
"Jadi sebelum (gerakan, red.) ini (muncul, red.), M. Qodari sudah melaksanakan. tetap ada mobil walpri (pengawal pribadi, red.) tetapi hanya pada kondisi-kondisi tertentu saja menggunakan strobo. Misalnya, kalau harus mengejar meeting dan yang lain-lain. Selebihnya tidak dipakai," ujar M. Qodari.
Qodari kemudian juga mengingatkan pejabat publik sebaiknya hidup sederhana, dan tidak mengumbar gaya hidup mewah di hadapan masyarakat.
Baca juga: Qodari: Tuntutan reformasi Polri telah direspons Presiden, Kapolri
Baca juga: KSP akan kaji skema impor satu pintu BBM lewat Pertamina
"Nggak boleh flexing. Jadi pejabat publik itu, masyarakat tahunya, maunya, nggak boleh mewah-mewah, karena anggarannya dari uang negara. Nah, uang negara dari pajak rakyat. Jangan sampai (kata rakyat, red.) gue susah-susah, lu seneng-seneng," kata Qodari.
Kepala Staf Kepresidenan itu juga mengajak seluruh pejabat publik untuk banyak mendengar dan berempati kepada kesulitan hidup yang dialami masyarakat, karena menjadi pejabat publik tidak boleh "buta dan tuli" atau tone-deaf terhadap masalah di sekitarnya.
Dalam beberapa minggu terakhir, publik diramaikan dengan gerakan yang menolak memberikan jalan kepada kendaraan-kendaraan yang menggunakan sirine. Gerakan itu kemudian dikenal dengan "Setop Tot, Tot, Wuk, Wuk" dan mendapatkan dukungan dari banyak warganet serta masyarakat.
Imbas dari gerakan itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri irjen Pol. Agus Suryonugroho saat ditemui sejumlah wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/9) minggu lalu, menyatakan Polri telah membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil pengawalan (patwal).
"Saya Kakorlantas, saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara (sirine, red.), itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat," kata Irjen Pol. Agus kepada wartawan.
Dalam kesempatan yang sama, Kakorlantas juga berterima kasih atas masukan yang diberikan kepada masyarakat, terutama para pengendara yang terganggu dengan suara bising sirine mobil atau motor patwal.
"Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita, dan ini saya evaluasi. Biar pun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirine, termasuk tot tot, dan ini saya terima kasih kepada masyarakat, untuk Korlantas sementara kita (telah) bekukan," kata Agus.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi/Aria Cindyara
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.