Majelis hakim tolak keberatan Dirut PPM di kasus korupsi APD Kemenkes

5 days ago 3
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum adalah sah sebagai dasar untuk memeriksa tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ahmad Taufik,"

Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 pada Kemenkes tahun 2020.

Hakim Ketua Syofia Marlianti menyatakan surat dakwaan penuntut umum terkait kasus tersebut telah menguraikan perbuatan terdakwa secara cermat, jelas, dan lengkap bagaimana pembuatan dilakukan dengan waktu dan tempat yang cermat, jelas, dan lengkap.

"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum adalah sah sebagai dasar untuk memeriksa tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ahmad Taufik," ujar Hakim Ketua dalam sidang putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, Majelis Hakim memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Ahmad Taufik dan menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.

Hakim Ketua menyebutkan nota keberatan Ahmad Taufik, melalui penasihat hukumnya, antara lain mempermasalahkan tentang uraian pembuatan terdakwa dalam surat dakwaan penuntut umum.

Setelah mencermati surat dakwaan, Majelis Hakim berpendapat cara Ahmad Taufik melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam pengadaan APD pada Kemenkes menggunakan dana siap pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020 dalam dakwaan telah diuraikan secara lengkap dan jelas.

Hakim Ketua menuturkan telah digambarkan bagaimana terdakwa melakukan perbuatannya pada tahun 2020 bertempat sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, yakni di Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes.

"Atau setidaknya berada di suatu wilayah yang masih masuk dalam wilayah penegakan hukum Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ucap Hakim Ketua.

Dalam kasus tersebut, terdapat tiga terdakwa yang diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dan disidangkan bersama, yakni Mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT PPM Ahmad Taufik.

Kendati demikian, Budi Sylvana dan Satrio Wibowo tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan yang disangkakan kepada keduanya.

Adapun ketiga terdakwa diduga merugikan negara Rp319,69 miliar dalam kasus itu. Kerugian negara terjadi akibat perbuatan para terdakwa yang memperkaya Satrio sebesar Rp59,98 miliar, Ahmad Rp224,19 miliar, PT Yoon Shin Jaya Rp25,25 miliar, serta PT GA Indonesia Rp14,62 miliar.

Ketiganya didakwa turut serta melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu pasang seluruhnya tanpa menggunakan surat pesanan, melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak lima juta pasang, serta menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp10 miliar untuk membayarkan 170 ribu pasang APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran.

Kemudian, ketiga terdakwa juga diduga ikut serta menerima pembayaran terhadap 1,01 juta pasang APD merek BOHO senilai Rp711,28 miliar untuk PT PPM dan PT EKI, padahal PT EKI tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang/jasa sejenis di instansi pemerintah serta tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK).

PT EKI dan PT PPM juga diduga tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat, yaitu efektif, transparan, dan akuntabel.

Dengan demikian, perbuatan ketiga terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |