Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Tim mahasiswa dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Jember (Unej) melakukan mitigasi bencana Gunung Ijen yang berbasis spasial hingga tradisi lokal.
Tim yang diketuai oleh Hikmal Akbar Ibnu Sabil dan dibimbing oleh Igor Aviezena Eris mengangkat tema krusial terkait kerawanan bencana, kerentanan sosial, dan kearifan lokal masyarakat di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Ijen, yang mencakup tiga kabupaten: Bondowoso, Banyuwangi dan Situbondo.
"Sebagai mahasiswa yang berkecimpung pada bidang perencanaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi upaya mitigasi bencana berbasis data spasial, tanpa menghilangkan nilai sosial di masyarakat," kata Hikmal Akbar Ibnu Sabil di Unej, Jumat.
Menurutnya, riset itu dirancang secara komprehensif melalui lima kegiatan utama yang mengombinasikan metode sosial dan teknologi modern dengan tahap awal melibatkan pendekatan data spasial dari data institusional di ketiga kabupaten.
Baca juga: Pusdalops catat 3.304 jiwa terdampak banjir di Kabupaten Deliserdang
"Data itu diolah untuk menghasilkan basis data kerentanan yang akurat secara geografis, memetakan desa-desa dengan tingkat kerentanan sosial tinggi terhadap bencana Gunung Ijen," tuturnya.
Tahap berikutnya adalah survei primer mendalam di desa-desa yang berada pada kategori KRB III dan KRB II, seperti Sumber Rejo, Kali Gedang, dan Kalianyar, yang pernah terdampak semburan gas beracun.
Tim juga mengintegrasikan teknologi modern, seperti pengambilan citra menggunakan drone dan pencatatan data spasial menggunakan GPS handheld, baik di desa terdampak maupun kawasan Kawah Ijen.
"Sebagai mahasiswa yang berkecimpung pada bidang perencanaan, penelitian itu diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi upaya mitigasi bencana berbasis data spasial, tanpa menghilangkan nilai sosial di masyarakat," katanya.
Baca juga: Tagana Jabar edukasi pelajar tentang mitigasi bencana alam di Garut
Ia menjelaskan hasil riset menemukan bahwa meskipun tinggal di kawasan berisiko tinggi, masyarakat setempat justru membangun sistem sosial dan pengetahuan lokal yang menjadi benteng alami. Kearifan itu terwujud dalam bentuk fisik dan nilai-nilai sosial yang diwariskan turun-temurun.
"Kearifan lokal bentuk benda tampak pada pola permukiman Kolonial (Afdeling) yang terkelompok rapi dengan lapangan yang berfungsi ganda sebagai titik kumpul evakuasi," ujarnya.
Selain itu, Tata Guna Lahan Adaptif (ladang, kebun kopi, pekarangan produktif) mencerminkan pengetahuan ekologis masyarakat yang adaptif terhadap sumber daya terbatas.
Kearifan lokal nonbenda yang menguatkan solidaritas dan ketenangan kolektif meliputi tradisi spiritual dan sosial seperti Rokat Bhumi Ijen, Rokat Bersih Desa, dan Rokat Molong Kopi.
Baca juga: 37 donatur PMI dari 18 negara visitasi mitigasi bencana di Lombok
"Kesenian Singo Ulung dan ritual selametan di Kawah Ijen juga berfungsi sebagai mekanisme psikologis untuk menghadapi ketidakpastian bencana, menciptakan rasa aman melalui gotong royong dan doa," katanya.
Hasil dari penelitian inovatif itu menghasilkan luaran yang dapat dimanfaatkan langsung dalam mitigasi bencana dan peningkatan ketangguhan sosial masyarakat Gunung Ijen.
"Melalui pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025, riset itu diharapkan menjadi pijakan awal bagi pengembangan strategi mitigasi yang inklusif, memastikan masyarakat di KRB Gunung Ijen lebih siap menghadapi potensi bahaya letusan di masa mendatang," ujarnya.
Baca juga: BPBD: Waspada banjir dan longsor di Banjarnegara seiring musim hujan
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.