Ledakan emosional dan kesuraman dalam "Pengepungan di Bukit Duri"

1 day ago 6

Jakarta (ANTARA) - Sutradara Joko Anwar menyuguhkan film baru bertajuk "Pengepungan di Bukit Duri" yang tidak hanya menghibur, tetapi justru menggugah kesadaran.

Film ini menjadi semacam refleksi masa depan Indonesia yang terasa begitu dekat dan nyata, menyentuh isu-isu krusial seperti kekerasan di kalangan remaja, krisis pendidikan, dan trauma sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Mengambil latar di tahun 2027, film ini menggambarkan kondisi distopia di sebuah kawasan urban fiktif, Bukit Duri dan juga SMA Duri.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar, justru berubah menjadi arena kekerasan brutal yang mengancam nyawa para siswa.

Baca juga: Aktor "Pengepungan di Bukit Duri" ungkap keresahan lewat peran

Dengan genre thriller yang intens, film ini membawa penonton menyelami konflik yang bukan hanya terjadi di layar, tapi juga tengah bergema di dunia nyata.

Joko Anwar menghadirkan ketegangan secara konsisten dari awal hingga akhir, di mana intensitas dibangun tidak hanya melalui aksi fisik, tetapi juga lewat tekanan psikologis, kepanikan kolektif, dan realita sosial yang memprihatinkan.

Sekali lagi, film ini bukan semata hiburan, melainkan alarm terhadap situasi yang bisa terjadi dalam waktu dekat jika masyarakat dan pemerintah terus abai terhadap akar masalah sosial.

Kekuatan narasi

Cerita berfokus pada tiga karakter utama yang mewakili lapisan masyarakat.

Baca juga: Joko Anwar berharap "Pengepungan di Bukit Duri" jadi bahan diskusi

Edwin (Morgan Oey, seorang guru yang tumbuh dalam bayang-bayang trauma keluarga dan lingkungan penuh kekerasan; Jefri (Omara N Esteghlal), pemuda yang lelah dengan sistem rusak namun terjebak di dalamnya; dan Guru Diana (Hana Malasan), sosok pendidik yang mencoba bertahan di tengah sistem pendidikan yang berantakan.

Film ini dengan cermat menyusun narasi tentang bagaimana ketidakadilan struktural melahirkan siklus kekerasan yang terus berulang.

Dalam banyak adegan, sekolah tidak hanya digambarkan sebagai tempat yang gagal secara infrastruktur, tetapi juga secara moral dan kemanusiaan.

"Pengepungan di Bukit Duri" memperlihatkan bagaimana kekerasan di kalangan remaja bukanlah fenomena instan, melainkan dampak dari penumpukan luka sosial yang dibiarkan begitu saja.

Sistem pendidikan yang lemah, kurangnya dialog antargenerasi, serta budaya pengabaian terhadap trauma menjadi benang merah dari krisis yang digambarkan.

Baca juga: Joko Anwar jelaskan inspirasi di balik "Pengepungan di Bukit Duri"

Penting dicatat bahwa film ini tidak memberikan penyelesaian hitam atau putih.

Sebaliknya, film ini justru meninggalkan kesan getir untuk mengajak penonton merenungkan bahwa jika tidak ada perubahan maka krisis yang digambarkan bisa saja menjadi kenyataan.

Aspek visual

Secara teknis, "Pengepungan di Bukit Duri" tampil mengesankan.

Sinematografi yang kelam dan suram, memperkuat bayangan tentang nuansa distopia. Sementara tata suara menambah lapisan ketegangan yang konstan.

Sorot kamera yang ragu-ragu dan tidak stabil menguatkan sisi visual dari sudut pandang para pemain.

Baca juga: Aktor "Pengepungan di Bukit Duri" tanggapi tagar viral #KaburAjaDulu

Dalam beberapa adegan, kondisi tingkat cahaya rendah yang sangat redup ditampilkan sehingga menimbulkan efek psikologis tertentu.

Sementara itu, aksi laga ditampilkan secara realistis dan tidak berlebihan sehingga menjadikannya bagian integral dari narasi.

Adapun pemilihan genre thriller-action juga menjadi strategi jitu. Dengan pendekatan ini, "Pengepungan di Bukit Duri" diyakini mampu menjangkau penonton yang lebih luas tanpa kehilangan substansi kritik sosialnya.

Alih-alih mengangkat isu berat dengan pendekatan dokumenter atau dramatisasi konvensional, film ini memilih jalan cerita yang lugas namun tetap menyentil.

Hal ini menjadi medium efektif untuk memantik diskusi di tengah masyarakat yang mulai berani bersuara, namun belum terbiasa berdialog secara mendalam.

Kondisi ini menjelaskan mengapa upaya melawan ketidakadilan dalam film terasa seperti perjuangan yang sia-sia seperti realitas yang sangat akrab di kehidupan nyata.

Baca juga: Pemain "Pengepungan di Bukit Duri" banyak riset negara sendiri

Dengan keberaniannya menyentuh berbagai luka sosial, film ini menjadi lebih dari sekadar tontonan.

"Pengepungan di Bukit Duri" adalah ajakan untuk berbicara, berdiskusi, dan berhenti menyangkal kenyataan.

Joko Anwar berhasil meramu semua elemen menjadi ledakan emosional yang menghantui setelah layar bioskop padam.

Film ini mengajak penonton untuk tidak lagi bersembunyi di balik citra, tetapi mulai menyentuh luka, mengakuinya, dan mencari jalan keluar bersama.

Film "Pengepungan di Bukit Duri" produksi Come and See Pictures & Amazon MGM Studios tayang di bioskop mulai 17 April 2025.

Baca juga: Film Joko Anwar "Pengepungan di Bukit Berduri" rilis trailer resmi

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |