Layanan kesehatan yang hancur perparah derita pasien Gaza

3 weeks ago 15

Gaza (ANTARA) - Di atas tandu berkarat di dalam sebuah tenda darurat di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza City, Khader Abu Ajwa (38) terbaring kesakitan selama berhari-hari, menanti operasi yang mungkin tak akan pernah terjadi.

Ayah empat anak itu terluka parah saat serangan Israel menghantam rumahnya di wilayah Shuja'iyya, sebelah timur Gaza City. Kaki kanannya dibalut perban yang bersimbah darah, dan dia hanya diberi pereda nyeri biasa karena tenaga kesehatan yang kewalahan harus merawat puluhan pasien lainnya yang juga luka-luka.

"Kata mereka saya harus segera dioperasi, tetapi tidak ada ruang di kamar operasi, dan jumlah dokter di rumah sakit ini tidak memadai," tutur Abu Ajwa kepada Xinhua, sembari menggertakkan rahangnya karena kesakitan.

"Saya merasa tubuh saya membusuk. Saya khawatir lukanya akan terinfeksi atau akan mengeluarkan belatung, seperti yang terjadi pada orang-orang di sekeliling saya," imbuhnya

Putranya yang berusia 13 tahun, Mohammed, duduk terdiam di sampingnya, sambil memegang tangan sang ayah. "Kami melihat kematian setiap saat," kata Abu Ajwa.

"Seorang pemuda di sebelah saya berdarah di bagian kepala. Dia menunggu dokter, tetapi tidak ada yang datang. Dia meninggal di situ, di depan kami," tambah Abu Ajwa.

Seorang pekerja memilah obat-obatan di gudang otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza di Kota Gaza, pada 17 April 2025. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Di sekeliling Abu Ajwa, sejumlah wanita dan anak-anak berbaring di lantai atau di atas tandu. Salah satunya adalah Ahmed al-Kilani, seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun yang kaki kirinya terluka parah dan harus diamputasi setelah serangan Israel di wilayah Zeitoun, Gaza City, tiga pekan sebelumnya.

Ibunya, Om Ahmed, duduk di sampingnya, sambil mengelus kepala Ahmed dengan lembut. "Kami sudah berhari-hari belum bertemu dengan dokter. Lukanya terbuka dan bau," ratapnya.

Sebelumnya, Om Ahmed membawa putranya ke Rumah Sakit Al-Ahli Arab setelah terluka. Namun tak lama kemudian, rumah sakit itu pun menjadi sasaran pengeboman Israel.

Serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Al-Ahli di Gaza City pada Minggu (13/4) pekan lalu, merusak peralatan medis penting dan memaksa fasilitas kesehatan itu ditutup.

Militer Israel mengatakan serangannya menargetkan "sebuah pusat komando dan kendali Hamas" yang terletak di dalam kompleks rumah sakit tersebut. Dalam sebuah pernyataan gabungan, Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) dan Badan Keamanan Israel (Israel Security Agency/ISA) mengatakan anggota Hamas menggunakan fasilitas tersebut untuk mengoordinasikan serangan.

Rumah sakit Al-Ahli Arab pun berhenti beroperasi usai serangan tersebut. Ruang gawat darurat, laboratorium, mesin sinar-X, dan apotek hancur. Sebanyak 50 pasien dipindahkan, sementara 40 lainnya yang berada dalam kondisi kritis tetap tinggal di sana, ungkap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pasien Palestina yang dievakuasi dari Rumah Sakit Arab Al-Ahli dirawat di rumah sakit lapangan Bulan Sabit Merah Kuwait di Kota Gaza, pada 15 April 2025. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad)

"Setelah hancurnya Rumah Sakit Al-Ahli Arab, kami terpaksa memindahkan operasional kami ke tenda-tenda. Tekanannya sangat besar," ungkap Mohammed Abu Salmiya, direktur Rumah Sakit Al-Shifa, kepada Xinhua.

Pasien-pasien yang terluka kini memadati halaman Al-Shifa. Lalat mengerumuni luka-luka yang terbuka karena buruknya sanitasi, sementara udara menebarkan bau amis darah bercampur antiseptik.

"Arus masuk pasien yang terluka membuat sistem layanan kesehatan Gaza yang sudah kolaps menjadi sangat kewalahan," tutur Abu Salmiya.

"Para dokter bekerja tanpa henti, namun situasinya sangat buruk ... Kami kehabisan semuanya, anestesi, alat steril, obat-obatan dasar."

Menurut Marwan al-Hams, kepala rumah sakit lapangan di Gaza, serangan-serangan Israel telah menghancurkan sektor kesehatan Gaza.

"Kami tidak mampu melaksanakan 83 persen prosedur ortopedi dan 73 persen pembedahan umum," katanya kepada Xinhua. "Lebih dari 80 persen rumah sakit kami kini antara separuh beroperasi atau sama sekali tidak beroperasi."

"Sektor kesehatan di Gaza telah kolaps," kata al-Hams seraya menambahkan bahwa mereka sangat membutuhkan intervensi internasional untuk memasok bahan bakar dan peralatan medis.

"Kami bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi. Tanpa bantuan, para korban luka akan meninggal dunia," katanya.

Seorang warga Palestina memeriksa kerusakan di sebuah gedung di dalam Rumah Sakit Arab Al-Ahli setelah serangan udara Israel di Kota Gaza, pada 13 April 2025. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |