Jakarta (ANTARA) - Perairan laut di sekitar Selandia Baru mengalami pemanasan 34 persen lebih cepat dibandingkan rata-rata global, mengancam infrastruktur pesisir dan ekosistem negara kepulauan Pasifik tersebut, tulis laporan Kementerian Lingkungan Hidup Selandia Baru yang dirilis pada Rabu.
“Laju pemanasan perairan laut di sekitar Selandia Baru terus meningkat dan kini 34 persen lebih cepat dari rata-rata global… Lautan Selandia Baru memanas lebih cepat akibat perubahan sirkulasi atmosfer dan perubahan arus laut yang menyertainya,” demikian isi laporan berjudul Our Marine Environment 2025 tersebut.
Laporan tersebut mencatat bahwa sekitar 219.000 properti hunian pesisir senilai total 180 miliar dolar Selandia Baru (sekitar 103 miliar dolar AS), serta infrastruktur pesisir senilai 26,18 miliar dolar Selandia Baru (per 2016), berada di wilayah yang rawan banjir dan badai.
Di beberapa area, permukaan laut diperkirakan akan naik 20–30 sentimeter pada tahun 2050, yang dapat menyebabkan badai menerjang daratan setiap tahun dari arah laut.
Laporan itu juga menyoroti dampak signifikan aktivitas manusia terhadap lingkungan laut Selandia Baru.
Baca juga: Peneliti sebut menyusutnya tutupan awan perburuk pemanasan global
“Aktivitas manusia, baik di darat maupun di laut, terus memberikan tekanan terhadap lingkungan laut. Dampak dari darat seperti polusi, sedimentasi, penyempitan habitat pesisir, dan limpasan nutrien merusak ekosistem pesisir dan laut.
"Sementara aktivitas laut seperti tangkapan sampingan, penangkapan ikan dengan pukat dasar, dan penangkapan berlebihan semakin mengancam keanekaragaman hayati dan ketahanan ekologi,” tulis laporan tersebut.
Laporan itu juga mencatat pergeseran subtropical front—batas antara perairan dingin dan hangat—sejauh 120 kilometer ke arah barat, yang untuk pertama kalinya menunjukkan perubahan sirkulasi laut skala besar di sekitar negara tersebut.
Pemanasan laut telah merusak industri perikanan dan budidaya laut Selandia Baru, sementara gelombang panas laut yang semakin sering terjadi telah menyebabkan kematian spons laut, alga, dan penguin, kata para ilmuwan.
Sumber: Sputnik-RIA Novosti
Baca juga: Ilmuwan Antarktika peroleh informasi penting pelajari rahasia iklim
Penerjemah: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.