Changchun (ANTARA) - Truk-truk berisi jagung yang baru dipanen sedang diangkut ke sejumlah gudang di Provinsi Jilin, China timur laut, menandai varietas jagung berprotein tinggi yang dikembangkan di China mulai diterapkan dari laboratorium ke lapangan, dengan tujuan menggantikan kedelai sebagai pakan ternak.
Lishu, sebuah wilayah penghasil biji-bijian utama di Jilin, termasuk di antara pelopor yang menguji coba produksi jagung jenis ini.
"Jagung kami terlihat tidak berbeda dengan jagung lainnya, tetapi kandungan proteinnya 3-4 persen lebih tinggi daripada jagung biasa," kata Qi Hongbo, kepala koperasi pertanian di Lishu.
Petani biji-bijian berpengalaman tersebut mengatakan bahwa di masa lalu, petani jagung hanya memperhatikan faktor-faktor seperti hasil panen, berat per satuan, dan kandungan air.
"Ini menjadi tahun pertama koperasi mencoba menanam jagung berprotein tinggi," kata Qi, seraya menambahkan bahwa setelah menanam selama puluhan tahun, dia baru mendengar tahun ini bahwa kadar protein tinggi juga penting.
Inisiatif eksplorasi pertanian di Lishu telah dimulai melalui model pertanian kontrak, yang mencakup pengumpulan dan penyimpanan terpusat untuk pengolahan protein, dengan tujuan menyediakan substitusi kedelai.
Dihadapkan pada ketidakpastian terkait impor kedelai yang disebabkan oleh situasi internasional yang rumit, China telah menjajaki berbagai metode penggantian kedelai, selain meningkatkan kapasitas pembudidayaan dan produksi kedelai di dalam negeri.
Jagung berprotein tinggi pertama kali diusulkan sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan impor kedelai negara itu oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Yan Jianbing, presiden Universitas Pertanian Huazhong yang berlokasi di Wuhan, China tengah.
Berdasarkan penelitian dan perhitungan tim, peningkatan kandungan protein jagung sebesar satu persen dapat menambah sekitar 2,8 juta ton protein, yang setara dengan peningkatan pasokan kedelai sebesar 7 juta ton. Sebagai catatan, jika kandungan protein jagung ditingkatkan dari 8 persen saat ini menjadi 12 persen, China dapat mengurangi impor kedelai tahunannya sebesar hampir 30 juta ton, yang setara dengan sepertiga dari total impor kedelai China.
Menurut data dari Kementerian Perdagangan, impor kedelai China pada 2024 mencapai 105 juta ton, dengan nilai impor sebesar 52,7 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.666). Angka ini juga menunjukkan peningkatan sebesar 23,4 juta ton dibandingkan dengan tingkat pada 2015, yang mencerminkan laju pertumbuhan sebesar 28,7 persen.
Impor kedelai telah menyumbang lebih dari 80 persen dari total impor biji-bijian negara itu dalam beberapa tahun terakhir, dengan kedelai ini terutama dibutuhkan sebagai sumber protein untuk pakan ternak.
China memproduksi sekitar 300 juta ton jagung per tahun, yang merupakan komoditas pangan utama negara itu. Namun, kandungan protein rata-rata jagung China hanya sekitar 8 persen, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan protein untuk pakan ternak.
Peternakan milik Qi berhasil mencapai dua rekor tertinggi dalam hal hasil panen jagung dan kandungan protein tahun ini, dengan hasil panen aktual mencapai 13.500 kilogram per hektare dan kandungan protein sebesar 11,67 persen.
Liu Xiangguo, Direktur Institut Bioteknologi Pertanian Akademi Ilmu Pertanian Jilin, mengatakan bahwa akademi tersebut telah memimpin inisiatif penelitian pembudidayaan untuk beberapa varietas jagung berprotein tinggi baru yang cocok untuk produksi lokal, yang telah menunjukkan adaptabilitas yang baik dan hasil panen yang tinggi di lapangan.
"Tahun ini menandai tahun pertama industrialisasi jagung berprotein tinggi, yang telah berkembang dari tahap pembudidayaan hingga pembentukan rantai industri yang lengkap," kata Liu.
Namun, saat ini hanya ada beberapa varietas jagung dengan kandungan protein stabil di atas 12 persen. Liu mengatakan bahwa data uji coba menunjukkan bahwa saat ini protein jagung mereka sangat berguna untuk pakan unggas dan ternak ruminansia atau memamah biak, tetapi rasio proteinnya masih sedikit lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk pakan ternak.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































