Jakarta (ANTARA) - Ahli penyakit dalam dan kardiovaskular Dr. dr. Birry Karim, Sp.PD., K-KV. membahas pentingnya menguasai teknik memberikan bantuan hidup dasar sebagai langkah penanganan darurat oleh masyarakat umum saat keadaan darurat, seperti henti jantung.
Birry dalam seminar kesehatan di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Selasa, menekankan bahwa kemampuan memberikan pertolongan pertama adalah faktor kunci untuk menentukan keselamatan korban henti jantung (cardiac arrest).
"Henti jantung (cardiac arrest) sebenarnya tidak selalu disebabkan oleh serangan jantung (heart attack). Apa saja gangguan yang tidak disebabkan serangan jantung? Contohnya banyak, ada penyakit yang disebut channelopathy, HOCM (Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy) yang sebenarnya adalah kelainan genetik," kata Birry.
Henti jantung dapat terjadi karena gangguan listrik atau irama jantung (aritmia), atau bisa terjadi karena kelainan genetik seperti HOCM bahkan pada orang yang tampak sehat.
Obesitas dan sindrom metabolik dapat memicu aritmia, seringkali melalui komplikasi seperti Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau gagal jantung kronis.
Aritmia ditandai dengan detak jantung yang tidak normal atau tidak teratur.
Baca juga: Kenali faktor risiko cegah kematian jantung mendadak
Kepala Departemen Kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu kemudian mengulas batas waktu kritis untuk memberikan pertolongan pertama jika melihat orang lain menghadapinya.
"Kita hanya diberi waktu 10 detik untuk memulai RJP [Resusitasi Jantung Paru]. Jika lebih dari 10 detik, oksigen tertunda yang jika pasien selamat, otak tidak mendapatkan oksigen, dan kualitas hidupnya berkurang," kata Birry.
Oleh karena itu, penguasaan protokol RJP kualitas tinggi (High-Quality CPR) menjadi kunci untuk menolongnya. Begitu melihat seseorang mengalami henti jantung, tidak bisa hanya menepuk-nepuknya saja, tapi harus dilakukan Resusitasi Jantung Paru yang benar dengan High-Quality CPR, tekan keras, tekan cepat.
"Dan kita harus memiliki edukasi terkait Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support / BLS). Bantuan Hidup Dasar tidak harus tenaga medis; semua orang bisa memilikinya. Jika itu Advanced Life Support (Bantuan Hidup Lanjutan), itu harus tenaga medis—paramedis atau dokter. Tetapi jika BLS, itu untuk umum karena bisa terjadi di mana saja: di rumah, di kantor," kata Birry.
Baca juga: Mengenal henti jantung: Pengertian dan gejalanya yang harus diwaspadai
Untuk meminimalisasi risiko kejadian serangan jantung, Birry menganjurkan masyarakat proaktif melaksanakan skrining kesehatan jantung.
Dia mengingatkan bahwa penyakit jantung (plak) adalah kondisi progresif yang biasa menyerang usia 40 ke atas, namun dapat dipercepat seiring adanya faktor risiko metabolik seperti pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok.
Pencegahan dimulai dengan 'Know Your Body Status', yang mencakup Pemeriksaan Dasar ('Know Your Number') dengan rutin cek kolesterol, gula darah, dan tensi. Serta Skrining Lanjutan ('Know Your Body') dengan melakukan treadmill test hingga CT Scan jantung untuk memastikan tidak ada penumpukan plak di pembuluh darah.
Inisiatif proaktif dalam skrining kesehatan dan kesiapan memberikan pertolongan pertama adalah dua pilar penting untuk mengurangi risiko fatal akibat insiden kardiovaskular mendadak.
Baca juga: Apa yang menyebabkan henti jantung mendadak? Ini faktor risikonya
Baca juga: Daftar pertolongan pertama saat insiden henti jantung
Baca juga: Dokter rekomendasikan pelari untuk MCU dua bulan sebelum ikut marathon
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































