Krisis iklim berpotensi pangkas populasi rusa Arktika hingga 80 persen

1 month ago 14

Canberra (ANTARA) - Jumlah rusa kutub di Arktika diperkirakan dapat anjlok hingga 80 persen pada 2100 akibat pemanasan iklim, demikian menurut peringatan pada Kamis dari penelitian yang dipimpin oleh tim peneliti Australia.

Pernyataan yang dirilis oleh Universitas Adelaide di Australia mengungkapkan tim peneliti menggunakan fosil, DNA purba, dan model iklim untuk mengkaji cara herbivora dari zaman es tersebut, yang sangat penting bagi penghidupan masyarakat asli Arktika, beradaptasi selama 21.000 tahun terakhir.

Perubahan iklim telah memangkas jumlah rusa kutub Arktika di seluruh dunia sebesar hampir dua pertiga dalam 30 tahun terakhir, sebut studi yang dirinci dalam jurnal Science Advances, yang dipublikasikan oleh American Association for the Advancement of Science.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa populasi rusa kutub mengalami penurunan besar selama periode pemanasan iklim yang cepat, namun kerusakan yang diperkirakan akan terjadi dalam beberapa dekade mendatang akibat perubahan iklim di masa depan kemungkinan akan jauh lebih parah dibandingkan sebelumnya," ujar peneliti utama studi dari Universitas Adelaide dan Universitas Kopenhagen di Denmark Elisabetta Canteri.

Associate professor di Universitas Adelaide yang juga salah satu pemimpin penelitian tersebut, Damien Fordham mengungkapkan jumlah karibu di Amerika Utara berpotensi merosot hingga 80 persen pada 2100 tanpa pengurangan emisi besar-besaran dan peningkatan upaya konservasi.

Penurunan itu dapat meningkatkan kerentanan rusa kutub dan memicu efek domino, mulai dari berkurangnya keanekaragaman tanaman tundra hingga pelepasan karbon tersimpan dari tanah Arktika, sehingga mengintensifkan pemanasan global dan semakin mengancam spesies maupun ekosistem yang bergantung padanya, demikian menurut peringatan para peneliti.

"Selama ribuan tahun, kesejahteraan spesies kita sendiri telah diuntungkan secara langsung dari populasi rusa kutub dan karibu yang sehat. Saat ini, lebih dari sebelumnya, kita perlu memastikan kesejahteraan mereka sebagai balasannya," tutur Profesor Eric Post dari University of California Davis di Amerika Serikat, yang turut berkontribusi dalam penelitian itu.

Pewarta: Xinhua
Editor: Benardy Ferdiansyah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |