Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan membuka peluang untuk menghadirkan Rektor sekaligus Guru Besar Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Prof. Muryanto Amin pada persidangan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
Selain itu, KPK membuka peluang untuk menghadirkan seorang wiraswasta bernama Deddy Rangkuti dalam persidangan yang sama.
"Apabila keterangan yang diinginkan dari kedua orang ini belum ada, maka itu bisa nanti dihadirkan di persidangan," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11).
Asep menyampaikan pernyataan tersebut karena baik Muryanto Amin maupun Deddy Rangkuti sudah pernah dipanggil KPK dalam penyidikan kasus pembangunan jalan di Sumut, tetapi keduanya tidak memenuhi panggilan.
Selain itu, Asep mengatakan KPK belum sempat memanggil kedua saksi tersebut karena penyidikan kasus yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terbatas oleh masa penahanan.
"Kalau OTT itu terbatas oleh penahanan karena kami menangkap orang, kemudian langsung ditahan, ada batas waktu penahanannya. Untuk pemberi (dugaan suap, red.) itu kalau tidak salah 60 hari, dan kalau yang penerima itu 120 hari sejak pertama kali ditahan," jelasnya.
Baca juga: KPK pastikan panggil kembali Rektor USU di kasus proyek jalan Sumut
Baca juga: KPK dalami peran Rektor USU di kasus pembangunan jalan Sumut
Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group Muhammad Akhirun Piliang (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
Untuk peran para tersangka, KPK menduga Akhirun dan Rayhan Piliang sebagai pemberi dana suap. Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, baik Rektor USU maupun Deddy Rangkuti sempat dipanggil KPK sebagai saksi kasus tersebut pada 15 Agustus 2025.
Baca juga: KPK tunggu sidang kasus Sumut selesai sebelum panggil Bobby Nasution
Baca juga: KPK sebut Rektor USU bagian "circle" Bobby Nasution dan Topan Ginting
Baca juga: KPK panggil Rektor USU untuk dalami pengetahuan soal kasus jalan Sumut
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































