Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah Indonesia perlu segera mengamankan pasokan minyak bumi dan gas alam guna mengantisipasi potensi dampak dari eskalasi konflik antara Iran dan Israel.
“Pemerintah perlu mengamankan pasokan minyak bumi dan gas bagi Indonesia dengan memperbaiki kontrak dengan mitra dagang kita,” kata Wijayanto kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Meski saat ini harga minyak global masih relatif stabil, ia mengingatkan bahwa risiko ketidakpastian tetap tinggi. Sebagaimana diketahui, pada perdagangan Jumat (20/6) pukul 14.53 WIB, harga minyak mentah Brent tercatat berada di level 72,16 dolar AS per barel, sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) berada di posisi 73,92 dolar AS per barel.
“Harga minyak bumi relatif stabil kendatipun di Timur Tengah terjadi perang dahsyat yang berpotensi mengganggu harga minyak dan gas, mengingat Iran memproduksi 1,5 persen dan 6,5 persen minyak bumi dan gas alam dunia, dan Selat Hormuz melayani 20 persen dan 30 persen ekspor impor minyak dan gas alam dunia,” jelasnya.
Baca juga: BPH Migas pastikan pasokan dan penyaluran BBM terjaga dengan baik
Wijayanto memperkirakan konflik tidak akan mengalami eskalasi lebih lanjut, mengingat tiga kekuatan besar dunia, Amerika Serikat, Rusia, dan China, telah menyatakan tidak akan terlibat langsung dalam konflik tersebut.
Namun, ia tetap mengingatkan bahwa potensi dampak terhadap perekonomian nasional tidak bisa diabaikan. Gangguan pada rantai pasok minyak dan gas global dikhawatirkan menekan kinerja ekspor Indonesia, khususnya pada sektor komoditas, sehingga dapat memperburuk neraca transaksi berjalan dan menekan nilai tukar rupiah.
“Jika perang mengalami eskalasi dan menghambat suplai minyak bumi dan gas alam dunia, ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia yang pada gilirannya akan mengurangi volume dan harga komoditas ekspor Indonesia, menurunkan neraca transaksi berjalan, dan menekan nilai tukar rupiah,” ungkap Wijayanto.
Maka dari itu, ia juga menekankan pentingnya optimalisasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk memperkuat cadangan devisa sebagai amunisi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah.
"Proyek besar boros anggaran perlu dikalibrasi ulang, disesuaikan dengan kapasitas fiskal, jangan sampai fiskal kita semakin terbebani untuk hal-hal yang walaupun penting tetapi tidak urgent," tutupnya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.