Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang bahwa penyangkalan terhadap fakta kekerasan seksual pada Tragedi Mei 98 hanya akan memperpanjang impunitas.
"Penyangkalan terhadap fakta kekerasan seksual pada Tragedi Mei 98 bukanlah sekadar perbedaan tafsir, itu adalah bentuk pengingkaran sejarah. Dan pengingkaran sejarah hanya akan memperpanjang impunitas, yang artinya juga semakin menjauhkan korban pada ruang pemulihan dan akses keadilan bagi mereka," kata Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya dalam talkshow "Sejarah dan Fakta Tragedi Mei 1998, Tantangan Penyangkalan dan Kelembagaan Komnas Perempuan".
Menurut Maria Ulfah Anshor, selama lebih dari dua dekade, Komnas Perempuan bersama komunitas penyintas, pendamping, aktivis, akademisi, seniman, serta organisasi masyarakat sipil terus melakukan berbagai upaya agar Tragedi Mei 98 tetap diingat oleh bangsa.
Baca juga: Kisah Murni, menahan pilu Tragedi Mei 1998
"Peristiwa perkosaan massal pada Tragedi Mei 98 menjadi memorialisasi sejarah bangsa yang sangat penting untuk diperingati, agar tidak boleh terjadi lagi di masa kini maupun di masa yang akan datang hingga kapanpun," kata Maria Ulfah Anshor.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan membangun ruang memorialisasi, seperti di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon di Jakarta.
"Untuk membangkitkan dan mengobarkan nyala api perjuangan agar tidak padam ditelan zaman. Rezim yang berkuasa boleh berganti, generasi bangsa terus tumbuh, namun tragedi Mei 98 dan tragedi-tragedi lainnya sekali lagi tidak boleh terjadi lagi di negeri ini," kata Maria Ulfah Anshor.
Baca juga: Komnas Perempuan kritisi pernyataan Menbud soal kekerasan seksual 98
Baca juga: Komnas Perempuan ingatkan kekerasan seksual Mei 98 tidak bisa disangkal
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































