Komisi XI DPR RI tegaskan pentingnya pemberantasan rokok ilegal

3 days ago 9
Rokok ilegal merupakan tantangan serius yang harus segera diatasi oleh Bea Cukai. Rokok ilegal jelas merusak penerimaan negara

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan pentingnya pemberantasan rokok ilegal di Indonesia, karena jika tidak diatasi dapat merusak penerimaan negara dari cukai.

"Rokok ilegal merupakan tantangan serius yang harus segera diatasi oleh Bea Cukai. Rokok ilegal jelas merusak penerimaan negara," ujar Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, rokok ilegal muncul karena tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran (HJE) yang menekan kelas rokok tertentu, sehingga mendorong praktik ilegal.

Dengan demikian, tambahnya, persoalan rokok ilegal tidak bisa dianggap sepele karena banyak pelaku yang tidak bertanggung jawab memanipulasi klasifikasi produk bahkan ada yang menjual rokok polos tanpa pita cukai.

Ia menegaskan fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, dan tidak boleh mengabaikan akar masalahnya, apalagi cukai adalah tulang punggung penerimaan negara dengan kontribusi lebih dari Rp200 triliun tiap tahun.

Oleh karena itu, dikatakannya, pengawasan dan kebijakan yang adil sangat diperlukan agar sektor ini tetap sehat dan berkelanjutan.

Misbakhun juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pemerintah, pelaku industri, dan seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama mencari solusi.

Para pelaku rokok ilegal, menurut dia, perlu dibina agar tertib, karena bagaimanapun juga mereka turut menyerap tenaga kerja dan menyediakan alat produksi tembakau.

"Jika tidak disertai dengan kebijakan yang adil, maka industri kecil akan semakin terdesak dan berpotensi masuk dalam kategori ilegal. Ini tentu tidak kita harapkan," katanya.

Sebelumnya saat mendampingi Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan ke Kudus, Jawa Tengah, Selasa (15/04) Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani menyebutkan dari data Kementerian Keuangan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen, disusul palsu sebesar 1,95 persen.

Kemudian, salah peruntukan (saltuk) 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salah personalisasi (salson) 0,37 persen dengan potensi kerugian negara diperkirakan Rp97,81 triliun.

Anggota Komisi XI DPR Muhidin Mohamad Said menyatakan kekhawatirannya terhadap penurunan pendapatan industri rokok nasional yang terus terjadi dari tahun ke tahun.

Hal itu, lanjutnya, tidak hanya berdampak pada sisi produksi dan profitabilitas, tetapi juga mengancam ekosistem tenaga kerja yang bergantung pada industri tembakau.

Muhidin mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kampanye kesehatan dan perlindungan terhadap industri rokok yang legal dan mematuhi peraturan.

“Kementerian Kesehatan terus mengampanyekan larangan merokok, tapi di sisi lain, industri rokok memberikan dampak ekonomi besar. Dari petani tembakau hingga pekerja pabrik, semua bergantung pada sektor ini. Jadi, tidak bisa hanya dilihat dari aspek kesehatan saja,” ujarnya.

Muhidin menegaskan bahwa negara juga sangat bergantung pada penerimaan dari sektor cukai,sehingga diperlukan koordinasi lintas kementerian dalam merumuskan kebijakan terkait industri tembakau.

“Kebijakan jangan dibuat sektoral. Harus ada sinergi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan kementerian lainnya," katanya.

Anggota Komisi XI DPR Wihadi Wiyanto menyatakan Komisi XI DPR akan menyerap masukan dari para pengusaha dan mitra kerja lainnya terkait keluhan-keluhan mengenai turunnya penjualan rokok, sebab sektor ini sangat erat kaitannya dengan penerimaan negara melalui cukai.

Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal. Menurut dia, langkah tegas sangat diperlukan untuk menjaga iklim usaha yang sehat dan adil.

Komisi XI DPR RI berharap, lanjutnya, melalui dialog dan koordinasi dengan berbagai pihak, solusi nyata dapat dihasilkan untuk menstimulasi industri rokok yang legal serta memastikan penerimaan negara dari sektor cukai tetap terjaga.

Baca juga: Bea Cukai: Pengungkapan rokok ilegal didominasi rokok polos

Baca juga: Bupati: Kelanjutan pembangunan SIHT Kudus tunggu LO Kejaksaan

Baca juga: GAPPRI: Perlu deregulasi aturan rokok wujudkan Indonesia Incorporated

Baca juga: KPPBC Kudus catat penerimaan cukai rokok capai Rp10,92 triliun

Pewarta: Subagyo
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |