Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengingatkan perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan dan cuaca ekstrem tapi juga dapat menjadi isu perekonomian nasional yang dapat berdampak kepada sejumlah sektor termasuk pangan dan kesehatan.
"Suatu kenyataan penting juga bahwa perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan tapi juga permasalahan ekonomi nasional. Berdasarkan berbagai laporan dan kajian, serta studi lintas sektor, kami menghitung potensi kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim di berbagai sektor strategis," ujar Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLH Franky Zamzani dalam acara konsultasi publik penyusunan Rencana Adaptasi Nasional (National Adaptation Plan/NAP) diikuti daring di Jakarta, Jumat.
Dia memaparkan dalam sektor pangan, produktivitas padi dan jagung berpotensi turun antara rata-rata 0,92 persen per tahun dengan total kerugian lahan tanam sekitar 4,3 juta hektare pada 2050.
Untuk buah dan sayur diperkirakan turun 5-7 persen dan sektor perkebunan hingga 9 persen. Secara agregrat sektor pangan berpotensi kehilangan 0,18 sampai 1,26 persen dari produsen domestik bruto (PDB) nasional.
Baca juga: KLH finalisasi dokumen Rencana Adaptasi Nasional jelang COP30
Tidak hanya itu, katanya, terdapat juga ancaman penurunan ketersediaan air hingga 27 persen terutama di wilayah penduduk serta daerah pertanian utama. Jumlah itu setara dengan kehilangan 5,5 juta hektometer kubik per tahun.
"Ini dapat menurunkan PDB hingga 0,43 persen jika tidak diantisipasi," jelasnya.
Selain itu dia juga memperingatkan dampak terhadap kesehatan termasuk munculnya perluasan penyakit endemik seperti timbulnya malaria di lokasi yang sebelumnya sudah bebas dari penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Anopheles.
Untuk sektor energi, terdapat potensi cuaca ekstrem merusak infrastruktur pembangkit listrik, kenaikan kebutuhan energi karena kebutuhan pendingin udara akibat kenaikan temperatur.
Baca juga: Menteri LH: Perkuat kemitraan karbon, RI di COP30 bukan jadi penonton
"Kenaikan 1 derajat dapat menurunkan kapasitas pembangkit hingga 5,8 persen sementara pertumbuhan pasokan energi hanya menutupi 30 persen dari kebutuhan nasional," tuturnya.
Dia juga menyoroti dampak perubahan iklim terhadap ekosistem penting seperti mangrove yang banyak dalam kondisi terdegradasi yang dapat menurunkan potensi dari jasa lingkungan. Selain juga terdapat potensi peningkatan risiko bencana seiring dengan perluasan dampak perubahan iklim secara global.
Baca juga: Menteri LH ingatkan penurunan muka tanah akibat eksploitasi air
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Bernadus Tokan 
								Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































