Bandarlampung (ANTARA) - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf menyarankan adanya rafaksi atau pemotongan harga ubi kayu harus diatur secara detail dan memiliki kriteria untuk mencegah konflik antara petani dan perusahaan.
"Kami sangat mendukung masukan dari para petani ubi kayu, dan langkah pemerintah melalui Menteri Pertanian untuk mengatur harga, serta rafaksi ubi kayu lalu kemudian dianalisa untuk mencari solusi terbaik," ujar Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf di Lampung Tengah, Senin.
Ia mengatakan mengenai masih adanya perusahaan tapioka yang menerapkan rafaksi tidak sesuai aturan, maka untuk mengendalikan hal tersebut perlu dilakukan pengaturan rafaksi secara detail dan memiliki kriteria jelas.
"Harga ubi kayu Rp1.350 per kilogram dan rafaksi ubi kayu 15 persen yang ditetapkan oleh pemerintah adalah harga dan rafaksi normal tanpa masalah, akan tetapi bila ada permasalahan maka perlu lebih detail sehingga lebih terukur. Misalkan kadar tanah atau bonggol sekian persen maka potongan berapa rupiah," katanya.
Dia menjelaskan dengan aturan rafaksi yang lebih detail dan memiliki kriteria, maka setiap potongan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, dan tidak hanya bergantung dengan perhitungan yang berlandaskan perkiraan.
"Semua harus diatur secara detail agar potongannya setara. Sehingga potensi konflik antara petani dan pengusaha bisa berkurang, dan kalau ada rafaksi yang tidak jelas atau ada penyimpangan karena sudah ada aturannya, maka satuan tugas pangan bisa turun," ucap dia.
Menurutnya, langkah penindakan berdasarkan undang-undang pangan dengan sanksi pencabutan izin usaha, penutupan tempat usaha, ataupun denda dapat dilakukan.
"Kami sebagai pengawas setiap langkah pengawasan akan terus dilakukan, dengan sasaran selain pelaku usaha, pihak terkait yang memberi perizinan atau yang melaksanakan perizinan pun akan terus kami awasi agar tidak ada pelanggaran," kata dia lagi.
Sebelumnya dalam diskusi antara Kementerian Pertanian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, petani dan pelaku usaha tapioka yang digelar di Balai Desa Gunung Batin Udik Kecamatan Terusan Nyunyai Kabupaten Lampung Tengah, para petani ubi kayu dari tujuh daerah sentra ubi kayu di Provinsi Lampung menyampaikan beberapa keluhan salah satunya adalah terkait adanya rafaksi ubi kayu yang mencapai 20-30 persen meski telah ditetapkan aturan yang mengatur rafaksi ubi kayu maksimal 15 persen.
Dengan harga pembelian oleh industri kepada petani sebesar Rp1.350 per kilogram, kemudian pemerintah juga sudah mengatur tataniaga tepung tapioka dan tepung jagung menjadi komoditas dilarang dan dibatasi, sehingga impor dapat dilakukan bila bahan baku dalam negeri tidak mencukupi atau habis, sebagai upaya melindungi industri ubi kayu dalam negeri dan petani ubi kayu.
Baca juga: Kementan dan satgas pangan segera laporkan kondisi usaha ubi kayu
Baca juga: DPRD Lampung: Besok perusahaan terapkan harga ubi kayu Rp1.400 per kg
Baca juga: BRIN dorong diversifikasi pangan dari ubi kayu kurangi konsumsi beras
Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025