Surabaya (ANTARA) - Pada 11 Juli 2025, jamaah haji kelompok terbang (kloter) terakhir tiba di tanah air. Tidak jauh berbeda dari tahun ke tahun, penyelenggaraan haji selalu mengalami "dinamika" yang patut disambut dengan kesyukuran, mengingat ujian dalam ibadah haji itu meningkatkan kualitas ibadah.
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengakui memang ada berbagai kendala yang menyertai rangkaian ibadah haji. Menag mencontohkan sejumlah "dinamika" selama fase kedatangan hingga puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina).
Misalnya, ada pasangan suami istri, atau anak-orang tua, atau lansia dan pendampingnya, yang terpisah hotel saat di Makkah. Saat fase Armuzna juga ada pengibadah haji yang mengalami kendala dalam penempatan tenda di Arafah. Ada juga keterlambatan penjemputan di Muzdalifah karena kemacetan.
Namun, kemacetan dan keterlambatan proses evakuasi di Muzdalifah itu tidak hanya dialami oleh jamaah haji Indonesia, tapi juga negara lainnya yang melintas pada jalur taraddudi yang sama.
Karena itu, Menag sependapat dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Taufiq Al Rabiah dan Wakil Gubernur Makkah, sekaligus Wakil Ketua Komite Tetap Haji dan Umrah, Pangeran Saud bin Mish’al, yang lebih penting diperhatikan adalah perbaikan fasilitas infrastruktur, ketersediaan air, fasilitas kesehatan, sehingga angka kematian saat ini juga lebih rendah.
Ya, dinamika haji yang dimaksud Menag itu pun diungkapkan oleh peserta ibadah haji dari embarkasi/debarkasi Surabaya (Jatim).
Sebenarnya, kata peziarah haji dari Gresik, petugas haji sudah memotivasi jamaah agar mensyukuri keterpisahan hotel yang dialami di Tanah Suci. Keterpisahan seperti itu pernah dialami Nabi Adam dan Siti Hawa, atau Nabi Ibrahim dan Siti Hajar.
Peserta haji dalam satu kloter, pada tahun ini, banyak yang saling terpisah hotelnya. Bahkan mereka yang masuk kloter terakhir terpencar di 30 hotel berbeda.
Pengibadah haji asal Gresik itu membenarkan motivasi dari seorang petugas agar jamaah memahami keterpisahan sebagai esensi haji dan menerima pengalaman itu sebagai takdir untuk kebaikan.
Ia bersyukur pengalaman keterpisahan di Tanah Suci yang terjadi tahun ini juga relatif tertangani, karena petugas kloter dan pembimbing haji juga "turun gunung" ke hotel-hotel yang ada untuk menemui jamaah haji, sembari memotivasi agar tetap terus bersyukur.
Syukur itu tetap digemakan dalam hati, karena keterpisahan justru juga pernah dialami Nabi Adam yang akhirnya bertemu di Padang Arafah, dan menjadi pengalaman Nabi Ibrahim yang harus meninggalkan isteri Siti Hajar di gurun yang tandus.
Baca juga: Baleg DPR: RUU Haji kemungkinan dibawa ke rapat paripurna awal Agustus
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.