Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Marthinus Hukom menegaskan bahwa para pecandu barang haram itu memerlukan lingkungan sosial positif pascarehabilitasi.
"Rehabilitasi harus dilakukan komprehensif. Bukan sekadar dibawa ke tempat rehab, lalu ditinggalkan begitu saja, kemudian mengharapkan proses perbaikan yang maksimal. Jadi, makanya hari ini kita perlu dukungan lingkungan," ujar Marthinus usai agenda pemusnahan narkoba di Palmerah, Jakarta Barat, Rabu.
Menurutnya, lingkungan sosial yang tidak mendukung pemulihan para pecandu dapat membuat rehabilitasi tidak berdampak, lantaran para pecandu bakal kembali mencari lingkungan yang membuat nyaman, yakni lingkungan pecandu.
"Kita tidak hanya melakukan intervensi medis atau intervensi sosial, tapi kita butuh dukungan keluarga, dukungan orang-orang yang dikasih, dukungan komunitas untuk kembali menerima mereka dan sama-sama menjaga," ucap dia.
Lingkungan sosial yang mendukung, kata dia, berupa hubungan yang harmonis dalam keluarga dan terhapusnya stigma pecandu narkoba di antara tetangga.
Baca juga: BNN tegaskan penyalahguna narkoba harus disembuhkan dan bukan dibenci
"Kalau kita merehab mereka, sudah selesai, kita pulangkan lagi, stigma-nya masih ada, keluarganya masih harmonis antara bapak, anak, ibu dan anak, tetangga dan pengguna, maka dia akan mencari lingkungan moral baru buat dia yang mendukung dia, yang tidak menstigma dia. Satu-satunya pilihan, dia kembali ke lingkungan itu (lingkungan pecandu)," imbuh Marthinus.
Marthinus menegaskan perlunya kehadiran keluarga terdekat agar para pengguna narkoba tidak merasa sendiri.
"Kalau ada anak di dalam keluarga menggunakan narkoba, jangan pernah meninggalkan dia sendiri. Karena orang tua adalah orang terdekat yang mampu memberikan dukungan moral buat itu," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyampaikan bahwa akses rehabilitasi bagi para pecandu narkoba di Indonesia sudah diperluas secara kuantitas pada 2025.
Kepala BNN Komjen Marthinus menyebut hal itu lantaran meningkatnya jumlah Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) milik Kementerian Kesehatan dari 2024 menjadi 2025.
Baca juga: BNN: Pemerintah perluas akses rehabilitasi pecandu narkoba pada tahun ini
"IPWL tahun lalu hanya ada kurang lebih 900 IPWL. Tahun ini Kementerian Kesehatan menambah menjadi 1.494 IPWL," ungkap Marthinus kepada wartawan dalam deklarasi anti narkoba di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (8/5).
Menurut Marthinus, bertambahkan jumlah IPWL juga adalah bukti kehadiran pemerintah untuk menyembuhkan para pecandu narkoba.
"Artinya ada peningkatan kemauan pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan rehabilitasi," ujar mantan Kepala Detesemen Khusus 88 itu.
Marthinus menegaskan bahwa pengguna narkoba yang hendak melapor untuk mendapatkan rehabilitasi tidak bakal dihukum.
Hal itu disampaikan Marthinus menyusul banyak pengguna narkoba yang sebenarnya ingin direhabilitasi, namun enggan melapor atau menghubungi lembaga seperti BNN lantaran takut dihukum.
Baca juga: Cara daftar layanan rehabilitasi narkoba di BNN
"Hukum atau undang-undang narkotika itu mengatur para pengguna itu harus direhabilitasi. Dan ketika direhabilitasi karena 'voluntary' atau kesadaran melapor, itu tidak akan dihukum. Jadi, tolong ditulis, tidak akan dihukum kalau orang melapor," ungkap Marthinus.
Hal itu sesuai dengan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang berisikan amanat bahwa negara wajib memberikan rehabilitasi kepada para pengguna.
Ada pula Pasal 103 KUHP yang mengamanatkan kepada Hakim untuk memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.