Kendari (ANTARA) - Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas I Haluoleo menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada LKBN ANTARA dan jurnalis di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), atas peristiwa permintaan penghapusan data hasil liputan wartawan.
"Dengan kerendahan hati saya mohon maaf apabila dalam melaksanakan tugas kemarin ada kesalahan prosedur atau apapun," kata Kepala UPBU Kelas I atau Bandara Haluoleo Denny Ariyanto saat ditemui di Kendari, Sabtu.
Denny Ariyanto menyampaikan jika insiden tersebut tidak terbersit sedikitpun niat atau keinginan untuk mengintimidasi, melecehkan, ataupun hal-hal yang berbau negatif terhadap perlakuan kepada profesi jurnalis.
"Namun, karena namanya manusia, kita dalam pelaksanaan tugas mungkin ada salah kata atau tindakan, mohon dimaafkan," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan terimakasih kepada seluruh jurnalis dan khususnya LKBN ANTARA Biro Sultra telah menerima permintaan maaf atas insiden yang terjadi di Bandara Haluoleo, pada Jumat (9/8) lalu.
Sementara itu, Kepala LKBN ANTARA Biro Sultra Zabur Karuru menyampaikan apresiasi atas niat baik dari Kepala Bandara Haluoleo bersama jajaran yang telah menyempatkan untuk mengklarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada jurnalis di Kendari.
"Mudah-mudahan yang kami harapkan peran jurnalis ataupun kegiatan jurnalis nantinya bisa difasilitasi ketika ada kegiatan di bandara. Dan kejadian yang kemarin ini ibaratnya kita menjadikan pelajaran semoga tidak terulang," ucap Zabur Karuru.
Dia berharap agar Bandara Haluoleo ke depan bisa lebih baik lagi dalam menjalin sinergi bersama jurnalis, khususnya terkait dengan informasi-informasi kepada masyarakat yang bisa dimuat dalam sebuah berita.
Di tempat yang sama, Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari Randi Ardiansyah menyayangkan insiden intimidasi terhadap jurnalis yang terjadi di Bandara Haluoleo, Kendari. Dalam peristiwa tersebut, Kepala Bandara Haluoleo diduga meminta jurnalis LKBN ANTARA untuk menghapus hasil foto dan video liputan pemberangkatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Sulawesi Tenggara.
Menurut Randi, tindakan meminta atau memaksa jurnalis menghapus karya jurnalistik merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (3) UU Pers menegaskan bahwa
“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Sementara Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," tegas Randi.
Ia menuturkan jika intimidasi dan penghapusan paksa hasil liputan juga bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik yang mengatur bahwa karya jurnalistik merupakan hasil kerja profesional yang dilindungi hukum, serta tidak boleh diintervensi pihak manapun.
“Hal seperti ini jelas tidak dibenarkan dalam undang-undang. Perbuatan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Pers. Apalagi, foto dan video yang diambil jurnalis merupakan bagian dari dokumentasi peristiwa publik yang memiliki nilai berita dan menjadi hak masyarakat untuk mengetahui,” ujarnya.
AJI menegaskan bahwa praktik seperti ini mengancam kebebasan pers dan hak publik atas informasi.

Meski demikian, AJI Kendari mengingatkan bahwa jurnalis juga berkewajiban mematuhi peraturan yang berlaku di area bandar udara.
Sementara itu, jurnalis LKBN ANTARA Biro Sultra La Ode Muh Deden Saputra mengungkapkan jika dirinya juga telah legowo dengan peristiwa tersebut dan telah menerima permintaan maaf dari Kepala Bandara Haluoleo Kendari.
Dia meminta kepada pihak bandara agar ke depan petugas bisa lebih memberikan tempat ataupun ruang yang bebas bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya memberitakan sesuatu di Bandara Haluoleo.
"Mudah-mudahan dengan pertemuan ini, Bandara Haluoleo bisa terus memfasilitasi seluruh jurnalis yang melakukan peliputan di bandara. Karena jurnalis itu berburu dengan momen apa yang terjadi di bandara, terlebih lagi itu berita yang lagi dicari oleh masyarakat," jelasnya.
Sebelumnya, AJI dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara mengecam aksi intimidasi yang dilakukan oleh petugas Bandara Haluoleo terhadap seorang jurnalis LKBN ANTARA Biro Sultra La Ode Muh Deden Saputra.
Ketua AJI Kendari Nursadah, Jumat, mengatakan bahwa tindakan intimidasi yang dilakukan oleh Kepala Bandara Haluoleo bersama anggotanya memaksa jurnalis untuk menghapus hasil liputan berupa foto dan video itu merupakan bentuk pelanggaran yang serius terhadap kemerdekaan pers, sebagaimana dijamin dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Kami menuntut pihak pengelola Bandara Haluoleo dan KPK harus memberikan penjelasan resmi serta permintaan maaf terbuka atas tindakan tersebut," kata Nursadah.
Dia menjelaskan jika upaya menghalangi, merampas, atau memaksa penghapusan materi liputan merupakan tindak pidana yang dapat dijerat Pasal 18 ayat (1) UU Pers, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Nursadah juga mengingatkan kepada seluruh pihak, termasuk juga aparat negara untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menghalang-halangi kerja jurnalistik dengan alasan yang tidak sah.
Senada dengan itu, Ketua IJTI Sultra Saharudin menilai jika lokasi cek in awal pintu masuk keberangkatan bandara itu merupakan wialyah publik. Sehingga, siapapun diperbolehkan untuk mengakses hingga mengambil dokumentasi, termasuk juga jurnalis yang tengah melakukan tugas peliputan.
"Siapapun tidak boleh melarang, membatasi, menghapus materi dokumentasi, terutama jurnalis yang bertugas melakukan peliputan," jelasnya.
Menurutnya, hal yang dilakukan oleh Kepala Bandara Bersama anggotanya itu merupakan pelanggaran yang serius terhadap kemerdekaan pers.
"Mengecam keras tindakan penghapusan paksa gambar baik foto dan video jurnalis yang sedang bertugas di Bandara Haluoleo," tegas Saharudin.
Ia mengimbau kepada seluruh jurnalis untuk berani melaporkan setiap bentuk intimidasi ataupun kekerasan yang dilakukan oleh berbagai oknum kepada organisasi profesi dan Dewan Pers.
Saat dikonfirmasi, Humas Bandara Haluoleo Kendari Nurlansah menyampaikan tindakan petugas melarang karena lokasi tempat pengambilan gambar wartawan tersebut masuk daerah keamanan terbatas atau Security Restricted Area.
Ia menjelaskan Security Restricted Area adalah Daerah-daerah di sisi udara di bandar udara yang diidentifikasi sebagai daerah beresiko tinggi dan dilakukan langkah-langkah pengendalian keamanan, dimana jalan masuknya dikendalikan serta dilakukan pemeriksaan keamanan, seperti, tempat pemeriksaan keamanan (Security Check Point), area kepabeanan, dan area imigrasi.
"Apabila ditemukenali ada yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut maka akan dilakukan tindakan penghalauan (meminta dan menggiring) untuk keluar dari daerah keamanan terbatas dan meminta pelaku untuk menghapus dokumentasi tersebut di hadapan petugas bandara," sebutnya.
Ia menambahkan pelarangan itu juga sesuai Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 39 Tahun 2024 tentang Program Keamanan Penerbangan Nasional pada Butir 5.2.1 huruf h dan i menyebutkan bahwa Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara harus memastikan bahwa pengambilan gambar (foto) di tempat-tempat tertentu di Daerah keamanan terbatas (Security Restricted Area) harus dilarang, kecuali atas izin dari Kepala Bandara.
"Jadi sebenarnya bukan bermaksud untuk mengintimidasi tapi memang sesuai aturan yang ada area itu dilarang untuk pengambilan foto atau video," katanya.
Ia mengaku akan menggelar pertemuan dengan para wartawan untuk menyampaikan atau mensosialisasikan titik-titik mana saya yang boleh atau dilarang pengambilan gambar bagi wartawan yang hendak meliput di Bandara Haluoleo Kendari.
Kronologis Intimidasi Jurnalis LKBN ANTAR Biro Sultra
Berdasarkan pengakuan jurnalis Deden Saputra mengatakan jika dirinya mendapatkan tindakan intimidasi saat liputan di Bandara Haluoleo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Ia mengaku mendapat intimidasi oleh petugas bandara saat mengambil gambar rombongan KPK yang kembali ke Jakarta usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kolaka Timur.
Ia menyampaikan awalnya dia menuju ke Bandara Haluoleo sekitar pukul 06.00 Wita, yang kemudian saat tiba di bandara dia langsung mengambil gambar rombongan KPK yang masuk ke area check in bandara, pada pukul 06.20 Wita.
"Di situ sempat ditegur sama orang bandara pakai rompi merah yang kawal rombongan KPK masuk, tapi saya katakan kalau saya wartawan ANTARA, itu yang tegur juga sementara sibuk karena urus itu rombongan KPK masuk ke dalam area check in," kata Deden.
Usai mengambil gambar dan beberapa video, jurnalis ANTARA menuju ke lokasi parkiran mobil rombongan KPK untuk mencari informasi lain terkait hasil OTT KPK. Kemudian, selang beberapa menit sempat membeli roti di area bandara lalu kembali menuju area check in.
"Saat itu saya lihat banyak petugas bandara seperti cari orang dan mengarah ke saya, tiba-tiba satu dari mereka bicara sama orang bandara yang tegur saya di awal tadi mengonfirmasi dengan mengatakan yang ini? langsung mereka datangi saya tanya untuk memastikan jika betul saya yang ambil rombongan KPK tadi," ujarnya.
Deden mengungkapkan saat itu petugas bandara tersebut menyampaikan kepadanya jika pengambilan video tadi dilarang, dengan alibi jika tempat check in merupakan area sensitif. Salah seorang petugas yang menegur diawal juga meminta rekannya menjelaskan aturan terkait larangan mengambil gambar di bandara.
Saat itu, Deden meminta penjelasan aturan pelarangan mengambil gambar di area bandara, namun petugas bandara tetap ngotot dan meminta gambar serta video di HP wartawan dihapus. Bahkan, salah seorang pihak bandara meminta petugas lain untuk mengecek kembali HP wartawan untuk memastikan semua video itu terhapus.
"Orang yang tegur saya di awal itu minta rekannya untuk cek baik-baik, dia minta cek sampai tempat 'baru saja dihapus', mereka minta buka di situ dan hapus semua setelah itu mereka pergi," jelasnya.
Saat menuju ke lokasi parkiran motor, salah seorang petugas kembali mendatangi jurnalis itu dan menyampaikan alasan mereka melarang karena selain aturan, mereka juga diminta oleh kepala Bandara Haluoleo.
"Dia bilang itu yang datangi saya 'nda enak' karena kepala bandara baru itu, soalnya permintaan langsung dari KPK untuk tidak ada video atau foto, jangan sampai bermasalah kasihan," ucapnya.
Baca juga: Polda Sultra Gagalkan Penyelundupan Narkotika di Bandara Haluoleo 1 Kg
Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra/La Ode Ari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.