Jakarta (ANTARA) - Apakah Anda sering menunda pekerjaan, kesulitan mengatur waktu, atau merasa terjebak dalam pola pikir negatif? Jika iya, bisa jadi Anda mengalami perilaku self sabotage. Tanpa disadari, kebiasaan ini dapat menghambat pencapaian tujuan dan berdampak buruk bagi kualitas hidup.
Apa itu self sabotage?
Self sabotage adalah perilaku yang secara tidak sadar mencegah seseorang mencapai apa yang sebenarnya diinginkan. Perilaku ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti menunda pekerjaan, menyalahkan orang lain, atau menghindari tanggung jawab.
Menurut psikolog, self sabotage dapat terlihat jelas maupun tersembunyi. Ia menjelaskan bahwa perilaku ini ditandai dengan sikap yang justru menghalangi diri sendiri dari hal-hal baik. Akibatnya, seseorang bisa merasa tertekan, sedih, atau tidak berkembang.
Baca juga: Wanita lebih rentan alami gangguan kepribadian ambang
Beberapa contoh perilaku self sabotage dalam kehidupan sehari-hari meliputi:
- Menunda pekerjaan yang seharusnya diselesaikan.
- Menyalahkan orang lain atas kegagalan sendiri.
- Menghindari tantangan karena takut gagal.
- Sulit mengatur waktu dengan baik.
- Mempertahankan hubungan yang tidak sehat.
- Merendahkan diri sendiri dan merasa tidak layak.
Penyebab self sabotage
Self sabotage dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk pengalaman masa lalu dan pola pikir yang terbentuk sejak kecil. Berikut beberapa penyebab umumnya:
1. Pola yang dipelajari di masa kecil
Jika sejak kecil seseorang hanya mendapatkan perhatian melalui konflik atau hukuman, ia mungkin mengembangkan pola berpikir bahwa konflik adalah cara untuk mendapatkan perhatian.
2. Dinamika hubungan masa lalu
Jika pernah mengalami hubungan yang tidak mendukung atau penuh ketidakpercayaan, seseorang mungkin mengalami kesulitan dalam komunikasi dan cenderung menghindari konfrontasi.
3. Ketakutan akan kegagalan
Takut gagal dalam pekerjaan, hubungan, atau tanggung jawab lainnya bisa membuat seseorang tidak mencoba sama sekali, karena menganggap bahwa dengan tidak mencoba, ia tidak akan mengalami kegagalan.
4. Kebutuhan untuk memegang kendali
Beberapa orang lebih nyaman dalam situasi yang dapat mereka kendalikan, bahkan jika itu berarti membuat keputusan yang merugikan, seperti menunda pekerjaan hingga batas waktu terakhir dengan alasan ingin tetap mengendalikan hasil akhirnya.
Baca juga: Psikotik, gangguan kesehatan mental yang terjadi secara tiba-tiba
Dampak buruk self sabotage
Jika terus dibiarkan, self sabotage dapat memberikan dampak negatif yang serius, seperti:
- Menurunnya prestasi kerja hingga kehilangan pekerjaan.
- Karier stagnan karena takut menghadapi tantangan.
- Hubungan pribadi yang terganggu akibat konflik dan komunikasi yang buruk.
- Stres berkepanjangan yang dapat menyebabkan gangguan tidur dan kesehatan.
- Meningkatnya risiko penyakit seperti hipertensi dan depresi akibat tekanan emosional yang tidak terselesaikan.
Cara mengatasi self sabotage
Untuk keluar dari siklus self sabotage, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan:
- Refleksi diri: Sadarilah apakah Anda memiliki kebiasaan self sabotage dengan mengamati pola pikir dan tindakan yang dilakukan sehari-hari.
- Minta perspektif orang lain: Bertanya kepada orang yang dipercaya bisa membantu mengenali perilaku yang mungkin tidak disadari.
- Identifikasi pola perilaku: Catat perilaku-perilaku yang menunjukkan tanda self sabotage agar lebih mudah dikendalikan.
- Buat komitmen: Secara bertahap, ubah kebiasaan negatif menjadi lebih produktif dan sehat.
- Susun rencana bertahap: Fokus untuk mengubah satu perilaku dalam satu waktu agar lebih efektif.
- Dapatkan dukungan: Temukan orang-orang yang mendukung perubahan positif Anda.
- Konsultasi dengan profesional: Jika sulit keluar dari pola ini, berkonsultasi dengan psikolog atau terapis bisa menjadi solusi terbaik.
Self sabotage merupakan perilaku yang dapat menghambat perkembangan diri dan kualitas hidup. Dengan menyadari tanda-tandanya, memahami penyebabnya, serta mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya, seseorang bisa keluar dari siklus ini dan mencapai tujuan yang diinginkan. Jangan ragu untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat atau profesional agar dapat menjalani hidup yang lebih baik dan produktif.
Baca juga: Kemenkes jelaskan manfaat puasa untuk kesehatan mental
Baca juga: Kenali OCD, gangguan kesehatan mental dengan prevalensi 2% di seluruh dunia
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025