Kejagung sebut putusan MK dukung jaksa semakin berintegritas

1 month ago 11
“Jaksa enggak kebal hukum juga. Malah ini bagus untuk kita semua agar semakin waspada dan berintegritas, bekerja profesional,”

Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penangkapan jaksa harus atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam operasi tangkap tangan (OTT) atau diancam hukuman mati, mendukung jaksa agar semakin berintegritas.

“Jaksa enggak kebal hukum juga. Malah ini bagus untuk kita semua agar semakin waspada dan berintegritas, bekerja profesional,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan bahwa Kejaksaan sendiri mendorong jaksa agar bekerja dengan profesional dan berintegritas. Maka dari itu, Korps Adhyaksa tidak mempermasalahkan dengan adanya putusan ini.

“Kami memang mendorong jaksa untuk semakin bekerja profesional, berintegritas. Enggak ada masalah,” ucapnya.

Diketahui, MK memutuskan penangkapan jaksa yang sedang melaksanakan tugas dan wewenangnya harus atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal operasi tangkap tangan (OTT) atau disangka melakukan tindak pidana yang diancam hukuman mati.

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang dimohonkan aktivis Agus Setiawan dan advokat Sulaiman.

MK menyatakan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai memuat pengecualian tertentu.

Pengecualian yang dimaksud Mahkamah, yakni tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.

MK memberikan pemaknaan baru atas Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan yang semula berbunyi, “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.”

Jika merujuk pada norma pasal sebelum pemaknaan MK, setiap penangkapan jaksa, tanpa terkecuali, harus mendapat izin Jaksa Agung terlebih dahulu.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Arsul Sani, Mahkamah menilai, perlindungan hukum untuk penegak hukum atau penyelenggara negara yang tugasnya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman memang diperlukan.

Namun, Mahkamah menilai, norma Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan tidak selaras dengan semangat persamaan semua orang di hadapan hukum, khususnya dalam perspektif perlindungan hukum bagi sesama penegak hukum.

Menurut Mahkamah, pengecualian perlakuan seharusnya tetap diperlukan dengan batas-batas yang wajar dan terukur. Sebab, kata Arsul, ketiadaan pengecualian dapat menghambat proses penegakan hukum dan memperlemah prinsip persamaan di hadapan hukum.

“Maka tidak ada pilihan lain bagi Mahkamah berkaitan dengan norma Pasal 8 ayat (5) UU 11/2021 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat,” tutur dia.

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |