Jaksa ungkap peran dua perwira Polri dalam pembunuhan Brigadir Nurhadi

2 hours ago 1

Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum mengungkap peran dua perwira Polri, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda I Gde Aris Chandra Widianto dalam peristiwa pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi di sebuah penginapan di kawasan wisata Gili Trawangan.

Jaksa penuntut umum mengungkap peran kedua perwira Subpaminal Bidang Propam Kepolisian Daerah NTB itu saat membacakan dakwaan dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram, Senin.

Dalam uraian dakwaan, Budi Muklish mewakili jaksa penuntut umum menyampaikan peran pertama dari Ipda Aris yang melakukan penganiayaan berat terhadap korban.

Hal itu diawali saat Ipda Aris yang menginap di lokasi berbeda, menerima telepon video via WhatsApp dari anggota perwira Polda NTB M. Rayendra Rizqillah Abadi. Ipda Aris kemudian menyambangi lokasi penginapan tertutup, tempat Kompol Yogi dengan perempuan bernama Misri.

"Saat itu, Ipda Aris ingin menunjukkan telepon video Rayendra kepada Kompol Yogi terkait adanya tahanan kabur dari Rutan Polda NTB," kata Budi Muklish.

Setibanya di tempat penginapan Kompol Yogi dengan Misri sekitar pukul 19.59 Wita, Ipda Aris dalam dakwaan menjabarkan posisi Kompol Yogi, Misri, dan korban.

Untuk Kompol Yogi disebutkan dalam dakwaan sedang memainkan telepon selulernya sambil tiduran di kamar yang berdekatan dengan kolam kecil tempat Misri dan korban.

"Misri di pinggir kolam di depan tempat tidur, sedangkan korban masih berendam," ucapnya.

Baca juga: DPR beri atensi atas kasus kematian Brigadir Nurhadi dan Brigadir Esco

Mereka dalam kegiatan pada malam hari tersebut tercatat di bawah pengaruh minuman beralkohol dan mengonsumsi pil ekstasi serta obat penenang merek Riklona.

Dalam posisi itu, Ipda Aris yang sedang melakukan telepon video dengan Rayendra mengarahkan handphone ke korban.

"Coba lihat ndan! Nurhadi masih berenang!" sebut jaksa menirukan kalimat Ipda Aris.

Korban kemudian menyapa Rayendra dengan menyebut "Ndan? Tidak ke sini ndan?" dan dijawab Rayendra melalui telepon video dengan mengatakan "Tidak, saya piket. Ya sudah yah, saya mau serah terima piket dulu!".

Usai telepon video itu ditutup Rayendra, Ipda Aris mendekati korban dan mengingatkan tingkah lakunya yang dinilai kurang sopan kepada Rayendra.

"Melihat ucapan dan tingkahaku korban yang tidak sopan dan dirasa kurang menghormati senior karena pengaruh minuman beralkohol dan narkotika jenis ekstasi sehingga bicaranya mulai melantur dan tidak terkendali, terdakwa Aris mendatangi korban dan duduk di samping korban sambil menegur," ucap jaksa.

Baca juga: Jaksa titip penahanan Kompol Yogi dan Ipda Haris di Rutan BNNP NTB

Sembari menasehati korban, Ipda Aris mendorong dan memukuli wajah korban menggunakan tangan kiri terkepal yang salah satu jari menggunakan cincin dengan hantaman sangat keras dan sepenuh tenaga kurang lebih sebanyak empat kali sehingga meninggalkan bekas luka pukulan pada wajah korban.

Usai mendapat hantaman dari terdakwa Aris, korban menyampaikan "Siap salah komandan!".

Ipda Aris selanjutnya keluar dari tempat penginapan Kompol Yogi dengan Misri dan meninggalkan korban tanpa menyuruhnya kembali ke lokasi penginapan yang berbeda.

Kemudian sekitar pukul 20.30 Wita, Kompol Yogi terbangun dari tempat tidur dan langsung melihat korban masih berada di kolam bersama Misri yang merupakan teman kencan Kompol Yogi.

Kompol Yogi yang disebut dalam dakwaan masih dalam pengaruh minuman beralkohol dan pil ekstasi serta obat penenang Riklona, curiga, marah dan kesal meliha kelakuan korban yang belum juga kembali ke lokasi penginapan.

"Sehingga Kompol Yogi langsung memiting korban dengan menggunakan tangan kanan berada pada pangkal leher atas korban, sedangkan tangan kiri Kompol Yogi menggenggam tangan kanan korban dan menariknya ke arah belakang," ucap jaksa.

Kompol Yogi melakukan hal tersebut dengan posisi badan menindih korban dari atas punggung dan mengunci kaki kanan korban dengan kakinya.

"Sehingga posisi korban terkunci total dan sulit untuk melepaskannya," ucapnya.

Baca juga: Polda NTB serahkan dua tersangka kematian Brigadir Nurhadi ke JPU

Jaksa dalam dakwaan menyebut Kompol Yogi diyakini dapat melakukan hal tersebut karena sebagai seorang anggota Polri memiliki bekal keahlian dasar bela diri dan berpengalaman di bidang reserse kriminal.

Akibat pitingan tersebut, korban mengalami kesakitan dan berusaha melepaskan aksi Kompol Yogi dengan cara meronta dan merangkak.

"Sehingga mengakibatkan korban mengalami luka lecet pada lutut, punggung, lecet kaki kanan, patah tulang lidah, dan patah leher sebagai luka antemortem yang berkontribusi terhadap kematian," ujar jaksa.

Setelah korban menjadi lemas, tidak berdaya dan hilang kesadaran, lanjut jaksa, Kompol Yogi melepaskan pitingannya dan mendorong tubuh korban hingg tenggelam ke dalam kolam.

Kompol Yogi kemudian beranjak dari tepian kolam dan duduk di kursi dekat kolam sambil membakar sebatang rokok.

Karena melihat korban yang tidak juga muncul ke permukaan kolam, Kompol Yogi langsung melompat ke dalam kolam berusaha untuk menyelamatkan korban dengan cara mengangkat dari dasar kolam dan membaringkannya di tepi kolam renang sambil memberikan pertolongan.

"Namun, usaha itu tidak berhasil menyadarkan korban, sehingga Misri meminta Kompol Yogi menghubungi Ipda Aris untuk segera datang ke tempat penginapan untuk membantu korban," katanya.

Usai peristiwa tersebut, korban kemudian dilarikan ke klinik kesehatan di kawasan Gili Trawangan untuk mendapatkan penanganan medis lanjutan.

Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil hingga pihak klinik menyatakan korban meninggal dunia.

Dari tindakan kedua terdakwa, Ipda Aris dan Kompol Yogi dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan orang meninggal dunia dan/atau Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia dan/atau Pasal 221 KUHP tentang Obstruction of Justice atau menghalangi penyidikan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: LPSK dalami permintaan Misri sebagai JC kasus kematian polisi di NTB

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |