Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi pionir penyelenggara Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di Indonesia karena memiliki rencana jangka panjang dalam hal itu.
"Kami memastikan adanya kolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintah pusat, swasta dalam memastikan kesiapan infrastruktur dan regulasi terkait penerapan mekanisme NEK di Jakarta," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, Rabu.
Asep mengatakan bahwa Jakarta memiliki tantangan besar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) terutama pada sektor transportasi, industri dan energi.
Menurut dia, untuk memastikan implementasi NEK berjalan secara efektif, pihaknya telah melakukan beberapa langkah strategis di antaranya pembentukan Tim Kinerja Penyelenggaraan NEK yang telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 2025.
"Tim ini terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, yang bertugas menyusun kebijakan, merancang mekanisme dan memastikan pelaksanaan NEK sesuai dengan peraturan yang berlaku," katanya.
Baca juga: Pemprov DKI bidik peluang ekonomi dari karbon biru
Selain itu, lanjut Asep, Jakarta telah menyusun kajian dan peta jalan penyelenggaraan NEK yang mencakup pemetaan potensi sektor dan subsektor prioritas, analisis kelayakan implementasi, serta strategi penguatan kebijakan dan tata kelola NEK di Jakarta.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto mengapresiasi langkah Jakarta yang telah menyusun kebijakan jangka panjang terkait NEK.
"Kami mengapresiasi Provinsi Jakarta yang telah mengembangkan berbagai kebijakan, termasuk Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim," katany saat memberi sambutan pada acara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Jakarta.
Ia menegaskan bahwa Jakarta telah mengambil langkah strategis dalam memastikan keberlanjutan ekonomi karbon dengan membentuk Tim Kerja yang bertugas mengoordinasikan kebijakan dan implementasi NEK.
Menurut dia, dalam upaya mewujudkan implementasi NEK sebagai instrumen utama mitigasi perubahan iklim, pihaknya juga mendukung langkah strategis yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Jakarta.
Baca juga: Dukungan "Earth Hour" DKI Jakarta hemat ekonomi dan kurangi gas karbon
Lebih lanjut, Ary menekankan pentingnya peran Jakarta dalam mendukung target nasional mitigasi perubahan iklim.
"Sebagai Ibu kota dan pusat ekonomi terbesar di Indonesia, Jakarta memiliki peran strategis dalam mendukung target nasional untuk mitigasi perubahan iklim," katanya.
Langkah penting
Ia pun menyebut, penerapan NEK dalam skema perdagangan karbon menjadi langkah penting untuk memastikan keberlanjutan pertumbuhan kota serta berkontribusi terhadap pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) dan Net Zero Emission (NZE) pada 2050.
"Saat ini, perdagangan karbon di Indonesia telah menunjukkan perkembangan ke arah positif. Pada 20 Januari 2025, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan perdagangan karbon luar negeri yang saat ini sudah bisa dilaksanakan di dalam bursa. Sebuah 'milestone' perdagangan karbon yang luar biasa, mengingat potensi di Indonesia sangat besar sejak pertama diluncurkan di bursa sejak 27 September 2023," ujarnya menambahkan.
Data yang dihimpun ANTARA menyebutkan, perdagangan karbon perdana di Indonesia dimulai pada 26 September 2023 melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon). Pada periode 26–29 September 2023, total nilai perdagangan karbon mencapai Rp29,21 miliar dengan volume 459.953 ton CO₂ ekuivalen.
Baca juga: OJK: Transaksi karbon internasional 49,5 ribu ton CO2e per 24 Februari
Sepanjang 2024, total nilai karbon yang diperdagangkan mencapai Rp19,72 miliar, lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp30,90 miliar. Volume karbon yang ditransaksikan pada tahun 2024 adalah 412.186 ton CO₂ ekuivalen, turun dari 494.254 ton CO₂ ekuivalen pada tahun sebelumnya.
Pada 20 Januari 2025, Indonesia meluncurkan perdagangan karbon internasional melalui IDXCarbon. Pada perdagangan perdana ini, volume transaksi mencapai 41.822 ton CO₂ ekuivalen dengan partisipasi sembilan pembeli dan lima proyek yang diotorisasi.
Secara kumulatif, sejak peluncuran pada September 2023 hingga Januari 2025, total nilai perdagangan karbon di Indonesia mencapai Rp58,86 miliar dengan volume 1,13 juta ton CO₂ ekuivalen.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025