Jabar raih penurunan stunting terbaik, Bali terendah nasional

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Provinsi Jawa Barat menempati posisi teratas dalam prestasi menurunkan angka prevalensi stunting pada 2024, disusul Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan.

Penghargaan tersebut diserahkan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Penurunan Stunting 2025 di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu.

Dalam acara itu diinformasikan bahwa prevalensi stunting di Jawa Barat pada 2024 berhasil ditekan ke angka 15,9 persen dari 2023 yang tercatat mencapai 21,7 persen dari populasi anak.

Baca juga: DKPP Jabar fokus benahi gizi keluarga tekan prevalensi stunting

Sedangkan Sumatera Selatan menekan prevalensi stunting dari 20,3 persen menjadi 16,8 persen pada periode yang sama, dan Sulawesi Selatan menekan prevalensi dari 27,4 persen menjadi 23,3 persen.

Sementara itu, Provinsi Bali dinobatkan sebagai daerah dengan prevalensi stunting terendah secara nasional, masing-masing di Kabupaten Klungkung 5,1 persen, Kabupaten Gianyar 5,4 persen, dan Kabupaten Badung 7,2 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan apresiasi atas kerja keras seluruh pihak yang terlibat dalam program percepatan penurunan stunting.

Untuk kali pertama, kata Budi, Indonesia berhasil mencatatkan angka stunting nasional berada di bawah 20 persen.

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mencatat, prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 19,8 persen. Pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan prevalensi stunting secara bertahap mencapai 5 persen pada 2045.

“Kita mau mengucapkan selamat karena untuk pertama kalinya angka stunting nasional berada di bawah 20 persen,” ujar Menkes.

Ia menyebut capaian tersebut menjadi tonggak penting dalam upaya menekan prevalensi stunting di Indonesia. Namun demikian, pemerintah masih menargetkan penurunan lebih lanjut menjadi 14 persen pada 2029.

Menurut Budi, stunting merupakan masalah gizi kronis yang menyebabkan berat badan dan tinggi badan anak berada di bawah standar normal.

Ia menjelaskan intervensi penurunan stunting dilakukan melalui dua strategi utama, yaitu program spesifik di sektor kesehatan dan program sensitif di luar sektor kesehatan.

Baca juga: Kadinkes tekankan Jabar fokus cegah lahirnya anak stunting baru

Baca juga: Jabar siapkan strategi entaskan kemiskinan ekstrem dan stunting

“Di luar kesehatan contohnya pencegahan perkawinan dini, kebersihan air, sanitasi, dan akses toilet layak. Sementara di sektor kesehatan, fokus kita ada dua, memastikan gizi ibu hamil cukup dan mencegah anemia,” katanya.

Budi menekankan bahwa sebagian besar kasus stunting berawal dari kondisi ibu selama kehamilan. Karena itu, pemenuhan gizi dan kesehatan ibu menjadi kunci utama dalam mencegah lahirnya anak dengan risiko stunting.

Ia mengingatkan pentingnya asupan protein hewani bagi anak setelah masa ASI eksklusif berakhir.

“Biasanya kenaikan angka stunting terjadi setelah anak berhenti ASI, antara usia 12 sampai 24 bulan, karena kurang asupan protein hewani. Padahal, di masa itu tubuh sangat membutuhkan nutrisi tersebut,” ujar Menkes.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |