Intel dan pemerintahan Trump teken kesepakatan investasi saham

1 month ago 15

San Francisco (ANTARA) - Intel Corporation pada Jumat (22/8) mengumumkan perjanjian dengan pemerintahan Trump di mana pemerintah Amerika Serikat (AS) akan berinvestasi sebesar 8,9 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.283) dalam saham biasa Intel.

Pemerintah setuju untuk membeli 433,3 juta saham utama dari saham biasa Intel dengan harga 20,47 dolar AS per saham, setara dengan 9,9 persen saham di perusahaan tersebut.

Saham pemerintah akan didanai oleh sisa hibah sebesar 5,7 miliar dolar yang sebelumnya diberikan, tetapi belum dibayarkan, kepada Intel berdasarkan CHIPS and Science Act AS, dan 3,2 miliar dolar AS yang diberikan kepada perusahaan tersebut sebagai bagian dari program Secure Enclave.

Investasi sebesar 8,9 miliar dolar AS tersebut merupakan tambahan dari hibah CHIPS sebesar 2,2 miliar dolar AS yang telah diterima Intel hingga saat ini, menurut perusahaan tersebut.

"Sebagai satu-satunya perusahaan semikonduktor yang melakukan manufaktur serta penelitian dan pengembangan logika terdepan di AS, Intel sangat berkomitmen untuk memastikan teknologi tercanggih di dunia adalah buatan Amerika," ujar CEO Intel Lip-Bu Tan, seraya menambahkan bahwa Intel berharap dapat bekerja untuk "memajukan teknologi dan kepemimpinan manufaktur AS."

Investasi pemerintah akan berbentuk kepemilikan pasif, tanpa perwakilan Dewan Direksi atau hak tata kelola atau informasi lainnya. Pemerintah juga setuju untuk memberikan suara bersama dewan direksi perusahaan mengenai hal-hal yang memerlukan persetujuan pemegang saham, dengan pengecualian terbatas, menurut Intel.

Pemerintah akan menerima waran berdurasi lima tahun, dengan harga 20 dolar AS per saham untuk tambahan 5 persen saham biasa Intel, yang dapat digunakan hanya jika Intel berhenti memiliki sedikitnya 51 persen bisnis pabrik pembuatan semikonduktor.

"Kepemilikan parsial AS akan menandai tingkat intervensi yang mencengangkan dalam sebuah perusahaan Amerika, menghancurkan norma-norma yang selama ini dianggap sakral oleh investor dan pembuat kebijakan, kecuali dalam situasi yang paling luar biasa seperti perang atau krisis ekonomi sistemik," lapor Bloomberg.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |