Jakarta (ANTARA) - Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menjaga iklim industri di tanah air agar tetap positif, mengingat industri adalah salah satu tulang punggung perekonomian nasional, yang memberikan kontribusi hampir 19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tantangan silih berganti bermunculan sepanjang 2024.
Tantangan itu meliputi kondisi geopolitik global yang memengaruhi rantai pasok, gempuran produk impor, pailitnya perusahaan tekstil terbesar Asia Tenggara di Indonesia, dan investasi Apple yang dinilai tidak adil karena tidak seimbang dengan pendapatan yang diterima perusahaan Amerika itu dari Indonesia.
Namun strategi yang disiapkan oleh pemerintah lewat Kementerian Perindustrian berhasil menjaga industri nasional tak terlalu bergejolak meski dihadapkan kepada kondisi yang tidak menentu.
Kondisi geopolitik
Dinamika geopolitik global sejak awal 2024 berpengaruh besar terhadap industri manufaktur global.
Perang Rusia-Ukraina kian memanas setelah Amerika Serikat memberikan bantuan militer yang lebih besar kepada Ukraina.
Terus berlanjutnya perang itu sejak 2022 menciptakan efek domino terhadap industri energi global karena perusahaan-perusahaan minyak dan gas dipaksa mengurangi risiko gangguan pasokan akibat perang dan in memengaruhi alur distribusi bahan baku.
Menyiasati geopolitik global yang bergejolak itu, pemerintah menyiapkan beberapa strategi menguatkan sektor industri dalam negeri agar tidak terlalu terpengaruh oleh dinamika global itu.
Dari sisi pemenuhan energi misalnya, pemerintah memutuskan memperpanjang subsidi gas industri melalui program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang dibandrol pada harga 6 dolar AS per Million British Thermal Unit (MMBTU).
Subsidi itu diberikan kepada tujuh subsektor, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet.
Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menyatakan, melalui program HGBT yang dilanjutkan pemerintah, pelaku usaha bisa menghemat biaya produksi hingga 30 persen.
Selama ini pada proses pembuatan keramik, energi gas yang digunakan sebagai bahan baku produksi cukup tinggi. Tapi adanya subsidi telah membuat pelaku industri dalam negeri bisa melakukan efisiensi dan sekaligus memacu produktivitas.
Baca juga: Rupiah melemah di tengah memanasnya konflik Ukraina dan Rusia