Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meluncurkan hasil kajian survei yang menyebutkan pentingnya melibatkan anak dan mengedepankan pendapat mereka dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hasil "Kajian Suara Anak: Mengedepankan Perspektif Anak dalam Program Makan Bergizi Gratis" tersebut disusun dengan dukungan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Wahana Visi Indonesia (WVI).
"Selama ini, kita lebih sering mendengar perspektif dari orang dewasa mengenai MBG. Melalui kajian ini, kami ingin mendengar apa yang disuarakan anak. Kami berharap peluncuran kajian yang disampaikan hari ini bisa menjadi masukan bagi perbaikan pelaksanaan Program MBG ke depan," ujar Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
KPAI meminta setiap pemangku kepentingan yang terkait dengan Program MBG agar mendengarkan suara anak. Kajian ini juga menemukan kasus intimidasi oleh kepala dapur terhadap anak yang merekam dan melaporkan makanan yang tidak layak di sekolah.
"KPAI memandang temuan intimidasi terhadap anak yang melaporkan makan tidak layak sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak anak untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut," ujar Margaret.
Ia menegaskan, pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memastikan mekanisme pengawasan yang berpihak pada keselamatan dan martabat anak.
"Tidak boleh ada pembiaran atas kelalaian yang berpotensi menimbulkan kekerasan baru," ucapnya.
Sementara itu, Chief of Research and Policy CISDI Olivia Herlinda menyampaikan pentingnya tim Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) mengajak diskusi para penerima manfaat, utamanya siswa.
"Selama ini, kami menilai pelibatan anak masih sangat terbatas sebagai objek dalam Program MBG. Tidak seperti praktik di negara lain, anak-anak di Indonesia belum dilibatkan dalam penentuan menu, edukasi gizi, hingga evaluasi program di sekolah mereka," kata Olivia.
Baca juga: KPAI tekankan pengawasan berlapis pelaksanaan Program MBG
Meski begitu, dalam kajian tersebut, mayoritas responden mengapresiasi dimensi sosial-ekonomi dari pelaksanaan MBG. Berdasarkan pengalaman mereka setelah mendapatkan MBG, muncul kebiasaan makan bersama teman, menghemat uang jajan, dan membantu keluarga yang kurang mampu.
"Temuan awal ini menunjukkan MBG diperlukan di wilayah dengan masyarakat dari kelompok sosial-ekonomi menengah ke bawah," ujar Olivia.
Namun demikian, studi itu juga menemukan 583 responden (35,9 persen) pernah menerima makanan rusak, basi, atau mentah. Temuan tersebut berkaitan erat dengan maraknya kasus keracunan makanan MBG yang menurut pemantauan CISDI mencapai 12.820 kasus hingga 30 Oktober 2025.
"Kasus keracunan tentu mempengaruhi kesehatan anak. Dalam jangka pendek, mereka mengeluhkan gangguan pencernaan, penurunan nafsu makan, hingga diare. Dalam derajat keparahan tertentu, infeksi bakteri berulang dapat memicu peradangan kronis, hingga kerusakan sel darah merah, yang pemulihannya tidak dapat diselesaikan dalam satu kali perawatan," tuturnya.
Child Protection and Participation Manager WVI Satrio Dwi Raharjo menekankan pentingnya menjaga kualitas makanan dan mendengarkan pendapat siswa dalam MBG.
"Anak-anak adalah masa depan dan harapan bangsa. Karena itu, kami turut mendukung kajian ini sebagai komitmen untuk memahami kebutuhan anak, termasuk dalam mendapatkan hak dasarnya atas gizi yang cukup guna mendukung pertumbuhannya," ujar dia.
Kajian tersebut menggunakan pendekatan Child-Led Research (CLR) atau penelitian yang dipimpin oleh anak. Semua proses mulai dari penyusunan instrumen, pemetaan responden, pengumpulan data melalui diskusi terarah, dan pengolahan data dilakukan oleh peneliti anak.
Baca juga: KPAI: Evaluasi MBG harus libatkan anak dan orang tua
KPAI, CISDI, dan WVI mendukung studi CLR dengan menyelenggarakan survei suara anak. Formulir survei daring didistribusikan mulai 11 Juli hingga 1 Agustus 2025. Dari 2.241 responden di 12 provinsi, diperoleh 1.624 data responden yang memenuhi kriteria untuk dianalisis.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































