Istanbul (ANTARA) - Hamas mengecam serangan Israel di Doha sebagai upaya pembunuhan yang disengaja terhadap delegasi negosiator mereka dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan Qatar, serta mendesak negara-negara Arab dan Muslim memberlakukan boikot politik dan ekonomi terhadap Israel.
Dalam sebuah pesan pada Minggu (14/9) kepada para menteri luar negeri negara-negara Arab dan Islam, serta kepada PBB, Uni Afrika, dan badan internasional lainnya, Hamas menyatakan bahwa otoritas Benjamin Netanyahu memikul tanggung jawab penuh atas sabotase upaya mediasi dan gagalnya perundingan gencatan senjata.
Hamas menyebut serangan di Doha terjadi sehari setelah delegasinya, termasuk ketua perunding Khalil al-Hayya, bertemu dengan Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, yang menyerahkan proposal baru untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Delegasi tersebut sedang membahas tawaran itu pada 9 September ketika pesawat Israel menargetkan rumah al-Hayya.
Menurut Hamas, serangan tersebut menewaskan putra al-Hayya, Humam, direktur kantor Jihad Lubad, tiga ajudan, dan seorang penjaga keamanan Qatar. Beberapa anggota keluarga terluka, meskipun para perunding selamat.
Hamas mengatakan bahwa serangan tersebut bertujuan menghancurkan prinsip mediasi itu sendiri dan mencerminkan pola berulang Israel dalam membatalkan kesepakatan serta melakukan pembantaian.
Kelompok Palestina itu juga mengingatkan runtuhnya kesepakatan pada 17 Januari lalu dan pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada awal tahun ini meskipun kelompok tersebut menerima inisiatif mediasi saat itu.
Kelompok ini pun menyerukan negara-negara Arab dan Muslim, serta komunitas internasional yang lebih luas, untuk menekan Israel menghentikan serangan militer, mengisolasi Israel secara politik dan ekonomi, serta menuntut para pemimpinnya di pengadilan internasional atas tuduhan genosida dan kejahatan perang.
Hamas menegaskan kembali bahwa mereka adalah gerakan pembebasan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, serta menekankan bahwa kepemimpinan terpilih mereka tidak dapat diperlakukan sebagai target militer yang sah.
Adapun dalam pernyataan terpisah, faksi-faksi perlawanan Palestina mendesak pertemuan puncak darurat Arab-Islam di Doha untuk mengambil langkah kolektif dan mendesak serta membentuk koalisi Arab-internasional guna menghentikan genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Faksi-faksi tersebut menyatakan bahwa penyelamatan korban dan penghentian kekerasan harus menjadi prioritas utama melalui pembentukan koalisi untuk menekan Israel dan para pendukungnya dengan segala cara yang memungkinkan untuk menghentikan genosida.
“Kejahatan Israel tidak hanya mengancam rakyat Palestina, tetapi juga keamanan dan stabilitas dunia Arab dan Islam secara keseluruhan,” bunyi pernyataan itu.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Pemimpin Arab, Muslim akan dukung Qatar tanggapi serangan Israel
Baca juga: Qatar akan gelar KTT darurat Arab-Islam terkait serangan Israel
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.