Jakarta (ANTARA) - Hakim Effendi yang menangani perkara CPO meminta kepada semua pihak membantu elemen Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) untuk berperilaku bersih, yang bisa dilakukan dengan cara tidak menghubungi para hakim, panitera pengganti, juru sita, dan seluruh keluarga PN Jakarta Pusat untuk menerima tip, sogokan, suap, pemberian, atau janji dalam bentuk apa pun.
"Ini perlu saya sampaikan kepada terdakwa, penuntut umum, penasihat hukum, keluarga para pihak, dan seluruh pengunjung sidang," kata Hakim Effendi dalam sidang pembacaan surat dakwaan kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2023-2025 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
Apabila ada pihak yang mengatasnamakan hakim, panitera pengganti, juru sita, atau pegawai PN Jakarta Pusat dalam menerima dan meminta tip, sogokan, suap, pemberian, atau janji dalam bentuk apa pun, diharapkan agar segera melapor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada nomor 085-585-755-75.
Selain itu, dapat pula menghubungi Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dengan menghubungi nomor 021-255-783-00, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan nomor 021-425-2069, atau Ketua PN Jakarta Pusat dengan nomor 0812-8374-4419.
Baca juga: Eks Panitera PN Jakut didakwa terima suap Rp2,4 miliar di kasus CPO
"Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih," tutur Hakim Effendi.
Dalam kasus dugaan suap putusan lepas perkara korupsi CPO, total uang yang diterima sebesar 2,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp40 miliar.
Uang haram tersebut diduga diterima oleh lima orang, yakni mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, beserta tiga hakim yang menyidangkan kasus tersebut, yakni Djuyamto sebagai Hakim Ketua serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin masing-masing sebagai hakim anggota.
Suap diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Secara perinci, uang suap yang diterima Arif, Wahyu, serta ketiga hakim lainnya diterima sebanyak dua kali. Penerimaan pertama berupa uang tunai 500 ribu dolar AS atau senilai Rp8 miliar, yang diterima Arif sebesar Rp3,3 miliar; Wahyu Rp800 juta; Djuyamto Rp1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.
Kemudian penerimaan kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS atau senilai Rp32 miliar, yang dibagi kepada Arif sebesar Rp12,4 miliar; Wahyu Rp1,6 miliar; Djuyamto Rp7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.