Guru Besar IPB: Makanan rekayasa genetika kuat hadapi tantangan pangan

6 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Keamanan Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Sulaeman mengatakan produk makanan organisme modifikasi rekayasa genetika (GMO) seperti olahan kedelai, memiliki ketangguhan dan ketahanan terhadap berbagai tantangan pangan.

"Bibit hasil rekayasa genetika memang dirancang untuk memiliki keunggulan dibanding bibit konvensional, karena produksi pangan pada kenyataannya kalah kecepatannya dengan pertumbuhan penduduk apalagi dengan perubahan cuaca dan ancaman hama," kata Ahmad dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Mengutip dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2023, GMO adalah organisme yang materi genetiknya telah diubah secara sengaja menggunakan teknik rekayasa genetika modern.

Dalam konteks pertanian seperti kedelai GMO, teknologi ini dikembangkan untuk meningkatkan hasil panen, ketahanan terhadap hama, dan efisiensi produksi, sebagai bagian dari strategi menghadapi tantangan ketahanan pangan global.

"Pangan produk rekayasa genetika memang dipilih agar mampu mengatasi berbagai hambatan dan meningkatkan manfaat baiknya, apalagi sudah pasti produk hasil rekayasa genetika lebih minim penggunaan pestisida dan herbisida," ujarnya.

Namun, Ahmad mengakui terdapat kekhawatiran dan asumsi bahwa produk rekayasa genetika seperti tempe, bisa berpotensi memicu gangguan kesehatan seperti kanker.

Ia mengatakan, masyarakat Indonesia sudah puluhan tahun mengonsumsi aneka pangan produk rekayasa genetika seperti roti, biskuit, mie instan yang berbahan dasar gandum GMO, hingga tempe dan tahu dari kedelai GMO.

"Belum ada penelitian atau bukti klinis yang kuat bahwa produk rekayasa genetika menyebabkan kanker," ujar Ahmad yang juga Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia itu.

Adapun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa makanan GMO yang saat ini tersedia di pasar internasional telah lulus penilaian keamanan dan tidak menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia.

Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB menilai edukasi mengenai olahan kedelai seperti tempe pun juga harus diluruskan dengan informasi-informasi yang tepat mengenai gizinya.

"Jangan sampai masyarakat kita disuguhi informasi yang menyesatkan, karena ada lebih dari 150 ribu perajin tempe yang mungkin saja akan terdampak karena informasi yang menyesatkan," kata dia.

Selain itu, Hardinsyah yang juga Ketua Umum Forum Tempe Indonesia (FTI) mengatakan, konsumsi produk GMO sehat seperti tempe pun harus ditingkatkan dengan produksi kedelai lokal.

Menurut data BPS, impor kedelai Indonesia tahun lalu sebesar 2,67 juta ton (naik 17,68 persen), sementara produksi kedelai lokal tahun 2024 hanya mencapai 558.600 ton dan terus menurun setiap tahunnya.

Dengan produksi kedelai serta pemanfaatan impor kedelai GMO ini, diharapkan dapat mendukung program prioritas makan bergizi gratis (MBG) melalui pemenuhan gizi 30 persen protein.

Baca juga: Guru Besar IPB nilai sektor kelautan dapat jaga ketahanan pangan

Baca juga: IPB: Kawasan hutan bisa dimanfaatkan untuk pengembangan pangan

Baca juga: Guru Besar IPB: Hutan terdegradasi bisa untuk pangan dan energi

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |