Mataram (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Muhamad Iqbal menggagas pembangunan rumah sakit khusus dan pusat penelitian penyakit tropis lantaran wilayah setempat masih memiliki banyak kasus penyakit tropis yang dapat menjadi basis penelitian.
"Saya selalu baca proses mutasi virus dan bakteri semakin kompleks dan semakin canggih dari waktu ke waktu. Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi kita semua untuk terus berinovasi," ujarnya dalam acara The 4th International Conference on Global Health and Innovation (GHI) 2025 di Mataram, Jumat.
Ia mengaku telah menyampaikan ide pembangunan rumah sakit penyakit tropis tersebut, langsung kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Menurut dia, gagasan itu disambut baik oleh pemerintah pusat. Pemerintah NTB terus melakukan pembahasan ke arah terwujud rumah sakit khusus dan pusat studi penyakit tropis yang kelak dapat menjadi pusat rujukan utama.
"Indonesia adalah salah satu negara tropis paling besar di dunia, sehingga isu penyakit tropis menjadi sangat penting,” kata Iqbal.
Baca juga: Peneliti tekankan pentingnya pemantauan prevalensi TDR-ADR pada ODHIV
Penyakit tropis merupakan penyakit infeksi yang marak terjadi di wilayah beriklim tropis, seperti Indonesia. Contoh penyakit tropis yang sering menjangkit masyarakat, yakni demam berdarah, malaria, tuberkulosis, infeksi jamur, dan skistosomiasis.
Penyakit tropis sering ditularkan melalui gigitan serangga, seperti nyamuk yang menyebabkan penularan agen infeksius melalui pertukaran darah subkutan.
Pada 2024, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus tuberkulosis di Nusa Tenggara Barat mencapai 19.215 kasus dan menempatkan provinsi itu ke dalam urutan ke-13 secara nasional.
Baca juga: Kemenkes: Lima kabupaten di Kepri bebas dari penyakit frambusia
Baca juga: Kemenkes: Waspada kenaikan kasus chikungunya 2025, Jabar tertinggi
Baca juga: RI akselarasi langkah eliminasi kusta dan kaki gajah pada 2030
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.